Selasa 02 Nov 2021 17:11 WIB

Terpuruk, Banyak Juragan Jual Kapal di Karangsong

Hasil tangkapan nelayan tidak sesuai dengan biaya yang dikeluarkan untuk modal melaut

Rep: Lilis sri handayani/ Red: Friska Yolandha
Perahu nelayan lego jangkar di sekitar perairan Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (5/2). Pandemi covid-19 memaksa juragan kapal di wilayah tersebut menjual kapal milik mereka.
Foto: ANTARA/Dedhez Anggara
Perahu nelayan lego jangkar di sekitar perairan Karangsong, Indramayu, Jawa Barat, Jumat (5/2). Pandemi covid-19 memaksa juragan kapal di wilayah tersebut menjual kapal milik mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, INDRAMAYU – Kondisi nelayan di Kabupaten Indramayu tengah mengalami masa sulit sejak pandemi Covid-19. Hal itu membuat sejumlah juragan kapal di sentra perikanan Desa Karangsong, Kecamatan/Kabupaten Indramayu, terpaksa menjual kapalnya.

Sekretaris Koperasi Perikanan Laut (KPL) Mina Sumitra Desa Karangsong, Guntur Surya Permata, menyebutkan, pandemi Covid-19 yang mulai melanda China sejak akhir 2019, telah berdampak pada ekspor ikan dari nelayan Karangsong ke negara tersebut.

Kondisi itu semakin parah karena pandemi Covid-19 menyebar ke berbagai belahan dunia, termasuk Indonesia. Pemasaran ikan dari Desa Karangsong ke berbagai daerah di Indonesia, termasuk ekspor ke China, Taiwan dan India, menjadi terhambat. Akibatnya, harga ikan menjadi anjlok.

"Pendapatan kita turun 40 persen, sudah dua tahun terakhir ini," ujar Guntur, didampingi Ketua Gabungan Organisasi Nelayan Nusantara (GONN), Kajidin, Selasa (2/1).

Di samping harganya yang turun, hasil tangkapan ikan di laut juga menurun. Contohnya kapal yang melaut di perairan Papua, biasanya hanya butuh waktu sekitar empat bulan, kini harus menghabiskan waktu tujuh hingga sembilan bulan.

Kondisi itu otomatis berdampak pada meningkatnya kebutuhan solar maupun perbekalan para anak buah kapal (ABK). Padahal, harga solar industri maupun biaya perbekalan mengalami kenaikan.

Guntur mencontohkan, kapal berukuran 60 GT membutuhkan 32 ton solar untuk melaut. Dengan harga solar sekitar Rp 10 ribu per liter, maka biaya solar sudah menyedot banyak ongkos produksi saat melaut.

"Sedangkan harga solar sudah mendekati harga ikan saat ini," tutur Guntur.

Kondisi itu diperparah dengan naiknya Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP), yang digulirkan pemerintah beberapa waktu yang lalu. Ketua GONN, Kajidin, menyatakan, kebijakan pemerintah itu telah membuat nasib nelayan yang sudah terpuruk, menjadi lebih terpuruk lagi. Bahkan, tak sedikit juragan kapal di Desa Karangsong yang terpaksa menjual kapalnya karena tak mampu membiaya operasional kapal tersebut.

"Biasanya di sini banyak yang buat kapal, sekarang jarang, malah dijual," kata pria yang juga menjabat sebagai Ketua Serikat Nelayan Tradisional (SNT) itu.

Kapal-kapal yang dijual tersebut bervariasi bobotnya. Dari yang mulai seharga ratusan juta rupiah, hingga ada yang mencapai Rp 3 miliar. Tak hanya itu, banyak pula kapal yang sedang dalam proses pembuatan, akhirnya menjadi mangkrak.

Kajidin berharap, pemerintah terutama Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) bisa berpihak pada nasib nelayan. Selama ini, nelayan telah memberikan kontribusi yang besar pada negara.

Selain itu, khusus di Karangsong, Kajidin juga meminta ada perhatian lebih dari pemerintah untuk membenahi kondisi pelabuhan Karangsong. Apalagi, produksi ikan yang dihasilkan para nelayan Karangsong sangat tinggi.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement