REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) terus mendorong pengembangan industri olahan ikan, udang dan rumput laut agar lebih produktif dan inovatif sehingga bisa berdaya saing di pasar domestik maupun ekspor. Peluang hilirisasi di sektor industri tersebut dinilai masih cukup besar seiring ketersediaan sumber bahan baku di tanah air.
“Kami sedang memacu agar industri olahan ikan, udang dan rumput laut ini dapat meningkatkan nilai tambah sumber daya alam kita. Upaya strategis ini membawa dampak luas bagi perekonomian nasional mulai dari penerimaan devisa hingga penyerapan tenaga kerja,” kata Direktur Industri Makanan Hasil Laut dan Perikanan Kemenperin Supriadi di Jakarta, Selasa (2/11).
Supriadi menegaskan, pihaknya meminta kepada pelaku industri olahan ikan, udang dan rumput laut supaya dapat terus melakukan diversifikasi produknya yang punya nilai ekonomi tinggi. “Langkah ini antara lain kami pacu melalui peningkatan investasi atau pemanfaatan teknologi. Tentunya untuk menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan pasar saat ini,” tutur dia.
Guna mencapai sasaran tersebut, Direktorat Jenderal Industri Agro Kemenperin telah menjalankan beberapa program kerja, di antaranya pelaksanaan bimbingan teknis sertifikasi halal. Lalu sosialisasi Gerakan Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) melalui peningkatan konsumsi produk perikanan, penyusunan SNI produk pangan berbasis perikanan, dan pengembangan pangan fungsional berbasis perikanan.
Supriadi mengemukakan, kinerja industri olahan perikanan di Indonesia pada tahun 2020 mengalami peningkatan dari sisi utilisasi, ekspor dan produksi. Utilisasi industri ini pada tahun lalu naik menjadi 58 persen dengan nilai ekspor mencapai 4,48 miliar dolar AS dan total produksi sebanyak 1,6 juta ton.
“Total volume ekspor produk olahan perikanan tumbuh 10,6 persen pada 2020, dengan penyumbang terbesar berasal dari komoditas ikan beku. Sedangkan dari sisi nilai, ekspor produk olahan perikanan tumbuh 7,24 persen pada 2020, dengan penyumbang terbesar dari komoditas udang olahan,” kata dia.
Sementara, nilai ekspor industri pengolahan rumput laut mencapai 96,19 juta dolar AS dan produksinya sebesar 26.611 ton pada 2020. “Produk olahan rumput laut dari Indonesia dapat dibagi menjadi dua jenis, agar-agar dan karaginan,” ujarnya.
Secara global, saat ini Indonesia menempati posisi ketujuh untuk negara eksportir agar-agar dan peringkat keenam sebagai negara eksportir karaginan. Di sisi lain, secara volume ekspor, Indonesia merupakan negara eksportir terbesar untuk komoditas rumput laut kering.
“Pada 2019, nilai ekspor olahan rumput laut sekitar 49,75 persen dari nilai ekspor rumput laut kering, dengan produk olahan utama untuk diekspor, yaitu karaginan. Persentase tersebut meningkat menjadi 53,79 persen pada 2020, meskipun di tengah dampak pandemi Covid-19,” tuturnya.
Sebelumnya, PltbDirjen Industri Agro Putu Juli Ardika menyampaikan, pihaknya turut aktif meningkatkan konsumsi masyarakat terhadap produk olahan ikan. Tujuannya, selain mendorong produktivitas industri olahannya, upaya ini juga guna mendukung program pencegahan stunting.
“Solusi yang paling dekat yaitu mengupayakan konsumsi ikan karena Indonesia mempunyai potensi perikanan yang sedemikian besar,” terang Putu. Apalagi, lanjutnya, ikan merupakan salah satu sumber pangan lokal yang dapat dikembangkan karena sehat dan kaya akan kandungan gizi mikro.
Konsumsi ikan nasional terus mengalami peningkatan seiring dengan pertumbuhan penduduk Indonesia. Konsumsi ikan nasional naik dari 47,34 kg per kapita per tahun pada 2017 menjadi 54,50 kg per kapita per tahun pada 2019 dan pada 2021 konsumsi ikan nasional ditargetkan sebesar 60 kg per kapita per tahun.
“Jika kita mampu merevitalisasi dan mengembangkan industri makanan dan minuman. Termasuk industri pengolahan pangan, akan membantu dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemenuhan gizi masyarakat,” jelas Putu.
Apalagi, unit usaha sektor industri makanan dan minuman (mamin) didominasi oleh skala usaha kecil dan mikro. “Sebanyak 99,54 persen dari total unit usaha sektor industri mamin merupakan skala usaha kecil dan mikro, sisanya merupakan skala menengah-besar,” tuturnya.