Rabu 03 Nov 2021 03:46 WIB

China Imbau Warga Siapkan Stok Makanan

Pemerintah China minta warga punya persediaan pangan untuk antisipasi kondisi ekstrem

Rep: Flori Sidebang/ Red: Christiyaningsih
Orang membeli sayuran di pasar basah di Shanghai, China, 08 Agustus 2021 (dikeluarkan 09 Agustus 2021). Pemerintah China minta warga punya persediaan pangan untuk antisipasi kondisi ekstrem.
Foto: EPA-EFE/ALEX PLAVEVSKI
Orang membeli sayuran di pasar basah di Shanghai, China, 08 Agustus 2021 (dikeluarkan 09 Agustus 2021). Pemerintah China minta warga punya persediaan pangan untuk antisipasi kondisi ekstrem.

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Pemerintah China telah telah mengeluarkan imbauan kepada seluruh masyarakat negara itu untuk menyiapkan persediaan kebutuhan sehari-hari jika terjadi keadaan darurat. Pernyataan itu dikeluarkan setelah wabah Covid-19 dan hujan lebat yang terjadi menyebabkan lonjakan harga sayuran serta menimbulkan kekhawatiran terhadap kekurangan pasokan bahan pokok.

Arahan yang disampaikan oleh Kementerian Perdagangan pada Senin (1/11) malam waktu setempat itu pun menimbulkan sejumlah kekhawatiran di media sosial lokal. Dilansir Reuters, warga menduga bahwa hal tersebut dipicu lantaran meningkatnya ketegangan dengan Taiwan.

Baca Juga

Namun, Economic Daily, sebuah surat kabar yang didukung Partai Komunis mengatakan kepada warganet agar tidak memiliki 'imajinasi yang terlalu aktif'. Tujuan imbauan itu adalah untuk memastikan warga tidak lengah jika terjadi lockdown di daerah masing-masing. Pernyataan Kementerian Perdagangan tersebut juga mendesak pemerintah daerah untuk melakukan pekerjaan dengan baik dalam memastikan pasokan makanan dan harga yang stabil serta memberikan peringatan dini dari terkait masalah pasokan.

Pemerintah pusat biasanya melakukan upaya ekstra untuk meningkatkan pasokan sayuran segar dan daging babi menjelang liburan paling penting di China yakni Tahun Baru Imlek yang akan jatuh pada awal Februari tahun depan. Namun pada tahun ini, upaya tersebut lebih mendesak setelah awal Oktober lalu cuaca ekstrem melanda dan merusak tanaman di wilayah Shandong, wilayah penghasil sayuran terbesar di negara itu.

Selain itu, kasus Covid-19 yang terjadi dari barat laut ke timur laut negara tersebut dinilai akan mengancam pasokan makanan. Pekan lalu, harga mentimun, bayam, dan brokoli melonjak dua kali lipat dibandingkan awal Oktober.

Meskipun harga telah mereda dalam beberapa hari terakhir, para ekonom memperkirakan kenaikan inflasi harga konsumen tahun-ke-tahun (year on year) yang signifikan pada Oktober merupakan yang pertama dalam lima bulan. Pandemi telah membawa peningkatan fokus pada ketahanan pangan untuk Beijing.

Pemerintah saat ini pun sedang menyusun undang-undang ketahanan pangan. Pemerintah juga telah menguraikan upaya baru untuk menekan limbah makanan setelah menetapkan masalah tersebut sebagai prioritas pada tahun lalu. Kementerian Perdagangan menambahkan, pemerintah daerah harus membeli sayuran yang dapat disimpan dengan baik dan berupaya memperkuat jaringan pengiriman darurat untuk menjamin saluran distribusi yang lancar dan efisien.

Informasi terkait harga, penawaran, dan permintaan komoditas harus dirilis tepat waktu untuk menstabilkan ekspektasi publik. Menurut laporan televisi pemerintah setempat, China juga berencana untuk melepaskan cadangan sayuran pada waktu yang tepat untuk melawan kenaikan harga.

Meski demikian, tidak dijelaskan secara rinci mengenai jenis sayuran apa yang disimpan China dan berapa jumlah cadangannya. Badan perencanaan negara pun telah menyerukan penanaman kembali sayuran tepat waktu, mendesak pemerintah daerah untuk mendukung produk yang tumbuh cepat. "Saat ini China memiliki sekitar 6,7 juta hektare lahan yang ditanami sayuran," kata Kementerian Pertanian.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement