REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Dewan Menteri Ethiopia menyatakan negara dalam keadaan darurat. Status yang diberlakukan segara mungkin pada Selasa (2/11) diambil setelah milisi dari utara Tigray mengambil alih kota strategis Dessie dan Kambolcha di wilayah negara bagian Ambara.
Milisi Tigra yang sudah bertempur melawan pemerintahan federal selama setahun mengindikasikan bahwan mereka kemungkinkan akan bergerak ke selatan menuju ibu kota negara Addis Ababa.
Seperti dilaporkan Aljazirah, pemerintah mengatakan, tentara di lapangan masih terus berperang untuk mengendalikan kembali wilayah yang direbut. Kendati demikikan sehari sebelumnya, otoritas di Addis Ababa telah meminta kepada penduduk untuk segera mendaftarkan senjata mereka dalam dua hari mendatang dan bersiap untuk mempertahankan kota.
Perdana Menteri Ethiopia, Abiy Ahmed, lewat akun Facebook-nya juga telah mengimbau warga untuk mengangkat senjata melawan kelompok pemberontak Tigray. Ia ingin warga mengorganisir dan berbaris ikut turun mengerahkan kekuatan menahan upaya Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF). Menurut Abiy, kemajuan pemberontak mendorong negara itu menuju kehancurannya.
Negara bagian Amhara, terletak lebih dari 300 km arah utara ibu kota, Addis Ababa. Dalam kicauan pada Senin (1/11), pemerintah Ethiopia mengatakan pemberontak segera mengeksekusi lebih dari 100 pemuda penduduk di daerah Kombolcha.
Kedua belah pihak yang berkonflik telah dituduh melakukan kekejaman, namun keduanya menyangkal tuduhan tersebut. TPLF mengatakan tujuannya adalah untuk mematahkan pengepungan wilayah utara.
Eskalasi terjadi setelah berbulan-bulan perseteruan antara pemerintah Abiy dan para pemimpin TPLF, yang merupakan partai politik dominan di Tigray. Pihak berwenang kemudian menyebut TPLF sebagai organisasi teroris dan mengesampingkan pembicaraan damai.