REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juventus dengan mudahnya lolos ke babak 16 besar Liga Champions UEFA (UCL) musim ini. Setelah menyelesaikan empat pertandingan di Grup H, Juve pun melaju.
Masih ada dua partai tersisa. Andai gagal meraih poin penuh di sejumlah laga mendatang, posisi Bianconeri sudah di level aman.
Mungkin saja pelatih Juve Massimiliano Allegri masih mengincar status juara grup. Terkait hal itu, pasukan Juve akan bersaing dengan Chelsea.
Sebelum sampai pada pertemuan kedua kubu, sorotan penikmat sepak bola tertuju pada kondisi Si Nyonya Tua dalam dua kaca mata. Sangat kontradiktif.
Juventus yang digdaya di Eropa, melempem di Serie A Liga Italia. Setidaknya hingga giornata ke-11. Mengapa demikian?
Pada intinya, klub asal Kota Turin itu enggan terbiasa bermain dengan garis pertahanan tinggi. Ini salah satu budaya Juventus selama puluhan tahun.
Si Nyonya Tua cenderung memperkuat lini belakang, kemudian memikirkan serangan balik. Sebenarnya dalam 10 tahun terakhir, perlahan tapi pasti, taktik Juve lebih fleksibel.
Tidak seperti Liverpool, Bayern Muenchen, atau bahkan Barcelona yang selalu menjadi diri sendiri saat berhadapan dengan tim mana pun, skuad Bianconeri cenderung menyesuaikan dengan kapasitas lawan. Ada saatnya Juve menyerang, atau memilih lebih turun ke belakang.
Allegri sangat menguasai strategi ini. Sayangnya, ia kembali ke Juventus yang diisi banyak wajah baru. Ia perlu melihat sejauh mana kualitas anak asuhnya. Alhasil dalam empat laga perdana di Serie A, timnya gagal meraih kemenangan.
Juve baru bisa berjaya di markas Malmo pada pentas Liga Champions. Dua keadaan itu sudah menggambarkan perjalanan pasukan hitam-putih sejauh musim ini bergulir.