Rabu 03 Nov 2021 12:24 WIB

Tes Antigen Jadi Metode Skrining, Satgas: Tergantung Situasi

Tes antigen dapat dijadikan sebagai metode skrining untuk menyaring kasus positif.

Rep: Fauziah Mursid/ Red: Mas Alamil Huda
Tenaga kesehatan memeriksa sampel tes Swab antigen (ilustrasi).
Foto: Wihdan Hidayat / Republika
Tenaga kesehatan memeriksa sampel tes Swab antigen (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Covid-19 Wiku Adisasmito mengatakan, tes antigen dapat dijadikan sebagai metode skrining untuk menyaring kasus positif pada orang yang tidak bergejala maupun diagnostik pada orang yang bergejala. Namun, penggunaan tes antigen sebagai metode skrining dan diagnostik Covid-19 ini hanya bisa dilakukan di beberapa situasi dan kondisi. 

"Metode tes antigen cukup unik, karena dapat dijadikan sebagai metode skrining maupun diagnostik tergantung situasi dan kondisi penggunaannya," ujar Wiku dikutip dari siaran Youtube Sekretariat Presiden, Rabu (3/11).

Baca Juga

Wiku menjelaskan, dalam keadaan kondisi kasus yang tinggi dan keterbatasan fasilitas, tes antigen dapat digunakan sebagai alat diagnostik dengan catatan. Yakni alat harus dipastikan memiliki kemampuan deteksi yang tinggi dan mendapatkan rekomendasi oleh badan Kesehatan Internasional.

"Saran penggunaan tes antigen ini ialah untuk mendeteksi kasus positif pada kumpulan kasus dalam jumlah yang banyak secara lebih efisien dan memonitoring berkala tren kasus populasi berisiko," ujarnya.

Ini karena, cara kerja tes antigen yang mendeteksi virus Covid-19 melalui bagian luar protein virus atau disebut antigen. Karena itu, metode tes antigen ini tidak membutuhkan pemrosesan di laboratorium dan hasilnya dapat selesai sekitar 15-30 menit setelah spesimen hasil swab dilakukan.

Sementara, jenis tes molekular seperti tes cepat molekuler (TCM) maupun RT PCR masuk dalam kategori tes diagnostik. Tes yang berfungsi mendeteksi virus Covid-19 melalui material genetiknya yaitu asam nukleat ini memiliki sifat paling sensitif dalam mendeteksi, sehingga seluruh jenis tes molekular ditetapkan sebagai standar.

"Tes ini baiknya dijadikan opsi untuk mendiagnosis kasus sedini mungkin, khususnya pada saat positif yang belum menunjukkan gejala," ujarnya.

Selain itu, tes molekuler digunakan untuk memastikan kembali kasus bergejala yang menunjukkan hasil negatif pada uji sebelumnya dan mendukung upaya sequencing mendiagnosa kasus positif dengan varian Covid-19 khusus.

"Umumnya (tes molekuler) membutuhkan fasilitas laboratorium untuk pengolahan spesimen hasil swab dan membutuhkan durasi yang cukup lama hingga 1 kali 24 jam untuk memberikan hasil diagnostik," ujarnya.

Sedangkan, tes antibodi tidak direkomendasikan WHO untuk digunakan dalam skrining maupun peneguhan diagnosa. Sebab, cara kerja tes antibodi ini bertujuan untuk mendeteksi terbentuknya antibodi spesifik yang diproduksi tubuh akibat reaksi dengan antigen, baik karena infeksi alamiah ataupun vaksinasi. 

"Untuk itu tes ini dapat melihat riwayat penyakit Covid-19 pada seseorang di masa lampau, WHO tidak direkomendasikan penggunaan alat ini untuk skrining maupun peneguhan diagnosa," katanya.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement