REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Kabinet Ethiopia pada Selasa (2/11) telah mengumumkan keadaan darurat nasional yang berlaku segera. Pihak berwenang di Addis Ababa mengatakan kepada warga untuk bersiap mempertahankan ibu kota ketika pejuang dari wilayah utara Tigray mengancam akan memasuki Ethiopia.
"Keadaan darurat bertujuan untuk melindungi warga sipil dari kekejaman yang dilakukan oleh kelompok teroris TPLF (Front Pembebasan Rakyat Tigray) di beberapa bagian negara," ujar laporan Fana Broadcasting yang berafiliasi dengan negara.
Keadaan darurat akan berlangsung selama enam bulan. Dengan berlakunya situasi darurat, maka ada pemasangan penghalang jalan, terganggunya layanan transportasi, pemberlakuan jam malam, dan pengambilalihan daerah-daerah tertentu oleh militer. Selain itu, siapa pun yang dicurigai memiliki hubungan dengan kelompok teroris dapat ditahan tanpa surat perintah pengadilan. Setiap warga negara yang telah mencapai usia wajib militer dapat dipanggil untuk berperang.
“Negara kita menghadapi bahaya besar terhadap eksistensi, kedaulatan, dan persatuannya. Dan kami tidak dapat menghilangkan bahaya ini melalui sistem dan prosedur penegakan hukum yang biasa," kata Menteri Kehakiman Ethiopia Gedion Timothewos dilansir Aljazirah, Rabu (3/11).
Timothewos mengatakan siapa pun yang melanggar keadaan darurat akan menghadapi hukuman antara tiga hingga 10 tahun penjara. Pelanggaran yang dimaksud terkait dengan memberikan dukungan finansial, materi, atau moral kepada kelompok teroris.
Langkah itu dilakukan setelah para pejuang Tigrayan merebut kota-kota strategis Dessie dan Kombolcha di wilayah tetangga Amhara dalam beberapa hari terakhir. Mereka juga mengindikasikan akan bergerak lebih jauh ke selatan yaitu ke Addis Ababa.
Sebagian besar Ethiopia utara berada di bawah pemadaman komunikasi dan akses wartawan dibatasi. Hal ini membuat klaim yang terjadi di medan perang sulit untuk diverifikasi secara independen. Sebelumnya pada Selasa, pihak berwenang di Addis Ababa meminta penduduk untuk mendaftarkan senjata mereka dalam dua hari ke depan dan bersiap untuk mempertahankan kota.
Perdana Menteri Ethiopia Abiy Ahmed mengirim pasukan ke Tigray pada November 2020, sebagai tanggapan atas serangan terhadap kamp militer oleh TPLF. Kemudian TPLF mengatakan pemerintah federal dan sekutunya termasuk Eritrea, melancarkan serangan terkoordinasi terhadapnya. Abiy menjanjikan kemenangan cepat, tetapi pada akhir Juni para pejuang Tigrayan telah merebut kembali sebagian besar wilayah tersebut.