REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pada tahun 1458, pembangunan ini selesai dikerjakan. Sejarawan yang hidup di masa itu, Tursun Bey, menginformasikan bahwa berada di dalam bujur sangkar yang dikelilingi dinding luar, dibangun harem kerajaan "yang halamannya tidak dapat ditembus sinar matahari... istana yang sangat indah dan paviliun untuk kenikmatannya, dan untuk kesenangan dan para pelayannya... dilindungi oleh para kasim yang alim dan dapat dipercaya".
Antara bangunan istana dan dinding luarnya, ia menciptakan lahan perburuan pribadi, “diisi binatang-binatang buas liar". Istana ini tidak lagi digunakan sebagai tempat tinggal utama sultan dan dijadikan sebagai tempat pemerintahannya. Ketika pekerjaan pembangunan telah selesai, Mehmed II segera memerintahkan pembangunan istana baru.
Ketika istana ini selesai, Istana lama menjadi tempat tinggal khusus wanita dari Harem kerajaan. Tempat di mana istana baru akan dibangun tampaknya telah memenuhi ambisi kerajaan Mehmed.
Gerbang luarnya mengarah ke Hagia Sophia-menurut pemikiran kerajaan Ottoman, sebuah simbol kedaulatan Romawi-dan bangunan itu didirikan di atas sebuah bukit yang menjorok ke laut, yang mengarahkan pemandangan dari Eropa hingga ke Asia, dan menyeberangi Bosphorus yang menghubungkan Laut Hitam ke Mediterania. Pekerjaan bangunan ini dilaksanakan pada masa 1460-an dan 1470-an, berdasarkan sebuah rencana dasar yang bertahan dari banyak penam bahan dan perubahan pada abad-abad berikutnya.
Sebuah dinding bagian luar membagi istana baru dan hala mannya yang luas dari kota, dengan dinding kota lama sepanjang Gading Emas dan Laut Marmara yang melindunginya dari sisi laut. Istana itu sendiri menduduki posisi paling tinggi di tanah berpagar ini.