REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Pemberian hadiah atau apapun yang sifatnya pemberian tak luput dari adab-adab dan syariat yang menyertainya.
Ibnu Athaillah dalam kitab Al-Hikam menjelaskan dua syarat dalam menerima pemberian dari orang lain. Ibnu Athaillah berkata sebagai berikut:
لا تَمُدَّنَ يَدَكَ إلى الأخْذِ مِنَ الخَلائِقِ، إلّا أنْ تَرى أنَّ المُعْطِيَ فِيهِمْ مَوْلاكَ. فإنْ كُنْتَ كَذلِكَ فَخُذْ ما وافَقَ العِلْمَ
“Jangan pernah kau tengadahkan tanganmu untuk meminta sesuatu kepada para makhluk, kecuali kamu mengetahui bahwa yang memberikan segalanya adalah Allah ta’ala. Lantas jika kamu sudah mengetahui seperti itu, ambil saja sesuatu yang memang telah sesuai dengan ketentuan syariat.”
“Pertama, jika kau lihat bahwa yang memberinya adalah Tuhanmu melalui mereka. Artinya, mereka hanyalah perantara, sedangkan yang memberi sesungguhnya adalah Allah. Pandangan semacam itu tidak sekadar menjadi ilmu dan keimanan, melainkan harus menjadi kondisi batin dan perasaan. Sikap itulah yang layak dilakukan oleh seorang murid yang ingin menyucikan diri.
Kedua, jika kau telah menyadari bahwa yang memberi sebenarnya adalah Tuhanmu, maka ambillah apa yang sesuai dengan pengetahuanmu. Maksudnya, jangan kau ambil, kecuali yang sesuai dengan ilmu untuk mengambilnya.”
Adapun ilmu dalam mengambil itu ada dua macam. Yakni ilmu lahir dan ilmu batin. Contoh ilmu lahir adalah tidak boleh mengambil kecuali dari tangan seorang mukalaf (orang yang sudah berlaku kewajiban) yang matang dan bersih.
Sedangkan contoh ilmu batin, yakni tidak mengambil kecuali yang diberi atas dasar bantuan semata atau jangan diambil. Kecuali yang dibutuhkan saja untuk digunakan dalam kebutuhan tanpa berlebihan dan kekurangan.
Ibnu Athaillah menerangkan bahwa sikap itulah yang dilakukan Rasulullah SAW dalam menerima pemberian yang berupa sandang, pangan, dan papan. Ibnu Athaillah berkata, “Jangan kau ambil apapun yang datang kepadamu sebelum waktunya dan yang melebihi kebutuhanmu.”
Jangan pula mengambil sesuatu yang diberikan hanya untuk mengujimu. Misalnya diberikan sesuatu yang sebenarnya ingin engkau tinggalkan karena Allah SWT. Sebab hal itu menurut Ibnu Athaillah hanya akan menghalangi seorang hamba untuk menunaikan hak-haknya kepada Allah SWT.