REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kampanye kelompok penyimpangan seksual atau Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender (LGBT) semakin gencar. Pelaku LGBT kini bahkan banyak yang memengaruhi anak-anak sekolah melalui media sosial. Aplikasi Drone Emprit beberapa waktu lalu merilis data bahwa anak-anak sekolah terlibat dalam percakapan termasuk berbagi konten LGBT di media sosial. Dalam rentang 10 September hingga 9 Oktober saja telah ada 7751 percakapan di Twitter tentang Gay (belum termasuk Lesbian, Biseksual, Transgender).
Ketua komisi Pendidikan Majelis Ulama Indonesia (MUI), Prof.Dr. Armai Arief menjelaskan LGBT adalah penyimpangan seksual yang sangat dilarang dalam ajaran Islam. Menurutnya penyimpangan seksual sangat mungkin terjadi sebab faktor lingkungan baik dalam keluarga, sekolah maupun masyarakat. Namun demikian lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat juga menjadi benteng agar anak tidak terpapar LGBT.
"Inilah yang disebut tri pusat pendidikan. Keluarga, sekolah dan masyarakat bisa menjadi pengawas dan pengontrol perilaku menyimpang anak dimanapun anak bersosialisasi dan berinteraksi," kata Prof Armai kepada Republika beberapa hari lalu.
Prof Armai mencontohkan dalam lingkungan keluarga, seorang anak yang terbiasa tidur satu ranjang dengan saudaranya sesama jenis dapat muncul dalam dirinya kesenangan terhadap sesama jenis (homoseks ataupun lesbian). Kasus yang sama juga bisa terjadi dalam perkawinan inses. Sebab itu Prof Armai mengatakan Rasulullah memerintahkan agar tempat tidur anak dipisahkan baik sesama jenis maupun lain jenis. Selain itu, menurut Prof Armai keluarga dan orangtua harus intens mengawasi anak dalam menggunakan media sosial atau internet. Karena itu juga penting bagi orang tua membiasakan anak-anak bermain dengan alat ataupun jenis permainan sesuai dengan jenis kelamin anak. Lebih lanjut menurutnya sekolah juga perlu membekali anak tentang bahaya prilaku LGBT.
"Sekolah merupakan tempat yang paling penting dalam mengajarkan segala hal baik terkait aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Setidaknya anak dibekali pengetahuan tentang bahayanya perilaku LGBT dan dampaknya bagi anak-anak. Sekolah juga merupakan tempat yang paling rentan juga dalam penularan LGBT, maka dari itu, sekolah harus sesering mungkin mengidentifikasi setiap peserta didiknya dalam perilaku LGBT, agar tidak terlambat dalam penanganannya," katanya.