Kamis 04 Nov 2021 05:17 WIB

Sukarnois, Hutan Gundul Pacul: Ambeg Parama Artha!

Ingatlan tantangan bangsa ini besar harus tahu pilih prioritas

Presiden Sukarno dan ibuprofen Fatmawati berboncengan naik sepeda.
Foto: Arsip nasional
Presiden Sukarno dan ibuprofen Fatmawati berboncengan naik sepeda.

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ridwan Saidi, Politisi Senior, Sejarawan, dan Budayawan Betawi.

Pendukung rezim girang kaga puguh, tak berdasar, tentang kehadiran Jokowi di Rome dan Glasgow, nyaris lalaikan kita dari kesepakatan yang dicapai COP 26 Glasgow. Isinya:

1. Hentikan deforestry, hutan gundul pacul. Pada 2030 'no more deforestry' (penggundulan hutan).

2  Program energi terbarukan harus ditingkatkan. Tinggalkan fosil energi. Gunakanlah air dan tenaga surya. Sebelumnya Indonesia sudah diingatkan agar tingkat penggunaan renewable energy harus sudah mencapai 25% pada tahun 2023.

Dengan butir 1 di atas timbulkan soal bagi pembangunan ibukota baru. Ada pun butir No. 2 telah lama timbulkan kesulitan bagi kita. 

Saat ini Megawati memang tokoh penting  dalam pemerintahan Jokowi, dan dia putri Sukarno. Namun dari dia saya belum pernah dengar ia bicara ajaran Sukarno tentang 'Ambeg Parama Artha', yakni memilih atau memberi prioritas pada hal-hal yang mulia.

Ambeg beda dengan ngambek. Ditilik dari kata 'ambeg', pemerintah bekerja tanpa prioritas.

Menurut Sukarno bekerja dengan prioritas, setelah itu holopis kuntul baris. Jika ada yang menghalangi: Ha cancut tali wondho kephung wakul buaya mangap. Kalau musuh masih bandel: rawe-rawe rantas malang-malang puthung.

Begitulah ajaran Sukarno.

Jadi orang-orang Sukarnois itu bagusnya memang tidak cuma mikirin patung doang. Jangan ya?

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement