REPUBLIKA.CO.ID, KALIANDA -- Sore hari usai sholat Ashar di Lapas Kelas II A Kalianda, Lampung, Rabu (3/11), puluhan warga binaan bersama-sama menyenandungkan bacaaan dzikir dan shalawat dengan suara keras. Ada yang membaca kitab bagi yang tidak hafal dan ada pula yang membacanya hanya dengan menutup mata.
Mereka membaca itu di dalam bilik Lapas yang di atas pintunya bertuliskan Kamar Majlis Ta'lim Darul Hijrah At-Taubat. Salah satu peserta dzikir itu adalah warga binaan berinisial DS.
DS yang berusia 27 tahun itu sama sekali tak mengetahui dan memiliki ilmu agama Islam saat pertama kali masuk ke Lapas Kelas II A Kalianda sebagai warga binaan. Jangankan menghafal doa-doa, dzikir, shalawatan, atau Alquran, membacanya tulisan-tulisan aksara Arab saja pun tidak bisa.
Namun, semua itu berubah justru ketika dia sudah masuk di dalam Lapas. Lapas tak seperti yang dia bayangkan sebelumnya. Di Lapas justru dia mendapatkan hidayah (petunjuk) untuk merubah hidupnya agar lebih baik lagi dan lebih dekat kepada Tuhan.
Di Lapas Kelas II Kalianda ini, dia justru aktif sebagai santri. Dia belajar membaca Alquran, menghafal Alquran, menghafalkan doa-doa dan dzikir, serta tak lupa mengamalkannya.
Di sini rupanya sudah ada tempat pengajian tempat mengkaji ilmu-ilmu agama. Dan, pengajiannya dibimbing oleh warga binaan maupun petugas yang memiliki ilmu agama mumpuni.
"Ilmu agama saya dari nol sama sekali. Tapi di sini saya dibimbing oleh ustadz . Saya sekarang bisa hafal beberapa juz Alquran," kata DS kepada Republika, Rabu (3/11).
Setelah tiga tahun menjalani hukuman di Lapas, justru ilmu agamanya semakin membaik. Bahkan, saat ini dia dipercaya oleh ustadz di Lapas untuk membimbing warga binaan lainnya yang mau belajar sholat, menjadi hafidz Alquran, dan membaca Alquran.
DS melihat, pengajian di Lapas ini sangat berarti. Ini karena warga binaan sangat membutuhkan bimbingan rohani.
DS menyadari telah membuat pelanggaran hukum dan dia pun sudah menjalani hukumannya di Lapas. Namun, tidak mau sia-sia berada di Lapas, dia sekarang ingin menjalani masa tahananannya dengan bermanfaat. Karena itulah dia tetap semangat aktif untuk menggerakkan pengajian di dalam Lapas hingga saat ini.
Baca juga : Bacaan Surat An-Naml Viral di Sosmed, Begini Tafsir Ayatnya
Kepala Sub Seksi Bimbingan Kemasyarakatan dan Perawatan Lapas Kelas II A Kalianda Ousza Jaensti menjelaskan, di Lapas Kalianda ada yang namanya Blok Santri. Blok ini terdiri dari tiga kamar yang digunakan sebagai tempat pengajian.
Kegiatannya, Setiap Selasa, Kamis, dan Jumat diadakan majelis taklim. Setiap pekan ada istighosah. Dan setiap hari ada program tahfidz.
"Alhamdulillah banyak warga binaan yang tadinya tidak bisa mengaji, sekarang bisa mengaji," kata Ousza.
Ousza mengatakan, sudah banyak warga binaan yang saat ini hafalannya di atas satu juz. Adapun pembimbingnya, yaitu warga binaan juga yang pernah mempelajari ilmu agama sebelum masuk Lapas.
"Jadi ustadz yang juga warga binaan yang memimpin, membina, dan membantu. Petugas juga ikut membina dan mengawasi," kata Ousza.
Adapun peserta Blok Santri ini adalah semua warga binaan beragama Islam. Namun yang benar-benar aktif sekitar 150 orang dari total 700 warga binaan di Lapas ini.
"Alhamdulillah pengajian Blok Santri ini membuat perilaku warga binaan semakin baik," katanya.
Bahkan, ada warga binaan alumni Blok Santri yang sudah menyudahi masa hukumannya, suka berkunjung kembali ke sini. Mereka datang dengan memberikan motivasi dan juga sekadar sedekah membagi-bagikan makanan untuk warga binaan yang masih di dalam Lapas.
Direktur Sosialisasi Komunikasi dan Jaringan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) M Akbar Hadiprabowo yang juga meninjau kegiatan di Lapas ini mengapresiasi adanya kegiatan Blok Santri. Menurut Akbar, keberadaan Blok Santri ini terwujud berkat manajemen yang baik, dukungan yang kuat dari unsur pimpinan Lapas, serta sinergi dengan warga binaan meski dalam kondisi Lapas yang memiliki keterbatasan.
"Saya lihat tadi ada Blok Santri, ini tentu saja menjadi spirit dan mewujudkan saling menghargai sesama manusia dan tentu menghadirkan sisi positif untuk kemajuan dan perbaikan," kata Akbar.
Menurut Akbar, aktivitas pengajian di Lapas Kelas II A Kalianda ini merupakan bentuk pengamalan nilai-nilai Pancasila di dalam Lapas. Khususnya, sila pertama yaitu Ketuhanan yang Maha Esa.
Baca juga : Laporan: 45 Persen Kejahatan Rasial Targetkan Muslim