REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan permintaan fee yang dilakukan oleh Bupati Banjarnegara nonaktif Budhi Sarwono (BS). Dia merupakan tersangka dalam kasus dugaan korupsi pemborongan, pengadaan atau persewaan pada Dinas PUPR Pemkab Banjarnegara Tahun 2017-2018 dan penerimaan Gratifikasi.
Hal tersebut dikonfirmasi kepada seorang wiraswasta, Hana Pur Dwiatmoko pada Rabu (3/11) lalu. Hana telah menjalani pemeriksaan tim penyidik KPK di kantor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Yogyakarta.
"Yang bersangkutan hadir dan dikonfirmasi antara lain terkait dengan pelaksanaan lelang di Kabupaten Banjarnegara dan dugaan adanya permintaan fee oleh tersangka BS dan kawan-kawan," kata Plt Juru Bicara KPK, Ali Fikri di Jakarta, Kamis (4/11).
Disaat yang bersamaan, tim penyidik KPK sedianya juga memeriksa anggota DPRD Kabupaten Banjarnegara, Moch. Rachmaudin. Meski demikian, Ali mengatakan kalau anggota DPRD tersebut tidak memenuhi panggilan lembaga anti korupsi sehingga akan segera dilakukan penjadwalan pemeriksaan ulang.
"KPK menghimbau agar saksi kooperatif hadir dihadapan Tim Penyidik pada jadwal panggilan dimaksud," katanya.
Seperti diketahui, dalam perkara ini KPK telah menetapkan Bupati Banjarnegara periode 2017-2022 Budhi Sarwono sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait pengadaan barang dan jasa. Dia diamankan bersama tersangka dari pihak swasta yaitu Kedy Afandi.
Perkara bermula pada September 2017 ketika Budhi memerintahkan Kedy yang juga orang kepercayaannya memimpin rapat koordinasi yang dihadiri perwakilan asosiasi jasa konstruksi di Kabupaten Banjarnegara. Kedy yang sempat menjadi ketua tim sukses saat Pilkada itu memimpin rapat di salah satu rumah makan.
Mengikuti Budhi, Kedy menyampaikan paket pekerjaan akan dilonggarkan dengan menaikkan harga perkiraan sendiri senilai 20 persen dari nilai proyek. Perusahaan-perusahaan yang ingin mendapatkan paket proyek dimaksud wajib memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek.
Pertemuan kedua dilakukan di rumah pribadi Budhi dan dihadiri perwakilan asosiasi Gapensi Banjarnegara. Saat itu, Budhi secara langsung menyampaikan di antaranya menaikkan HPS senilai 20 persen dari harga saat itu dengan pembagian lanjutan 10 persen untuk BS sebagai komitmen fee dan 10 persen sebagai keuntungan rekanan.
KPK meyakini Budhi berperan aktif ikut langsung dalam pelaksanaan pelelangan pekerjaan infrastruktur. Di antaranya ikut membagi paket pekerjaan di Dinas PUPR, mengikutkan perusahaan keluarganya, dan mengatur pemenang lelang.
Sementara Kedy yang selalu dipantau dan diarahkan Budhi saat melakukan pengaturan pembagian pekerjaan sehingga perusahaannya yang tergabung dalam grup Bumi Redjo bisa ikut serta. Dalam kasus ini, Budhi diduga telah menerima komitmen fee senilai Rp 2,1 miliar secara langsung maupun melalui orang kepercayaannya yaitu Kedy.