Kamis 04 Nov 2021 15:21 WIB

Mahfud ke Penegak Hukum: Waspadai Industrialisasi Hukum

Industrialisasi hukum, yakni keadilan restoratif jadi transaksional baru.

Rep: Flori Sidebang/ Red: Ratna Puspita
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD
Foto: ANTARA/Rivan Awal Lingga
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Polhukam) Mahfud MD

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan, para penegak hukum perlu mewaspadai potensi terjadinya industrialisasi hukum. Yakni, penerapan keadilan restoratif (restorative justice) menjadi sarana transaksional baru dalam penyelesaian perkara.

"Perlu diwaspadai adalah penerapan keadilan restoratif yang berpotensi menjadi sarana transaksional baru dalam penyelesaian perkara," kata Mahfud saat memberikan keynote speech secara daring pada Focus Grup Discussion (FGD) dengan tema 'Penyamaan Persepsi Aparat Penegak Hukum Terkait Penegakan Hukum Pidana Salam Perspektif Keadilan Restoratif,' Kamis (4/11). 

Baca Juga

Dia menyampaikan, praktik industrialisasi hukum dibuat oleh orang yang ingin mengambil keuntungan dari proses hukum tersebut. Salah satunya dengan cara memperjualbelikan kasus. "Ada juga kasus pidana, jadi perdata dijual, kasus perdata dibelok jadi pidana. Meskipun sekali lagi, yang masalah itu sebenarnya kasuistis. Secara umum kita sudah berjalan baik," ujarnya.

Selain itu, Mahfud mengatakan, apa yang dilakukan oleh Polri, Kejaksaan RI dan Mahkamah Agung RI dalam penerapan keadilan restoratif tersebut perlu disambut baik. Sebab, menurut dia, keadilan restoratif sebagai salah satu terobosan dalam mengatasi problematika sistem peradilan pidana yang terjadi di Indonesia. 

"Antara lain dalam mengatasi luapan narapidana di lembaga pemasyarakatan karena hukuman penjara yang masih menjadi model penghukuman favorit dari peradilan," jelas dia.

Dalam penerapan keadilan restoratif, sambung Mahfud, hal lain yang perlu diperhatikan adalah koordinasi antara Polri dan Kejaksaan RI dalam setiap tahapan penanganan perkara yang menjadi tanggung jawab dan wewenang masing-masing. Sehingga para penegak hukum saling bersinergi dan memiliki pemahaman yang sama.

"Dalam kaitan tersebut, saya selaku Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan menyambut baik pelaksanaan focus group discussion ini," tambahnya.

Mahfud berharap, forum ini menjadi sarana untuk menyamakan persepsi demi terwujudnya kesamaan paradigma aparat penegak hukum yang responsif terhadap perkembangan teori pemidanaan dan praktik penegakan hukum yang telah beralih dari retributif menuju restoratif.

Untuk diketahui, perdebatan mengenai konsep pemidanaan yang sesuai untuk dipergunakan oleh sistem peradilan pidana mengacu kepada konsep keadilan. Terdapat dua arus utama perspektif dalam melihat konsep keadilan, yaitu keadilan retributif dan keadilan restoratif.

Konsep pemidanaan dalam perspektif keadilan retributif mengacu pada tujuan penjatuhan pidana, yaitu pembalasan, pencegahan, dan efek jera serta rehabilitasi. Dalam konsep ini, negara merupakan satu-satunya pranata yang berwenang untuk menjatuhkan pidana.

Sementara itu, perspektif keadilan restoratif menolak gagasan negara sebagai satu-satunya yang berhak menjatuhkan pidana. "Persoalan proporsionalitas kurang penting daripada konsiliasi dan penciptaan kedamaian, sejauh korban dan pelanggar percaya mereka telah menyelesaikan secara adil, meskipun terjadi perbedaan di antara kelompok pelanggar yang telah melakukan pelanggaran yang serupa (disparitas)," kata dia.

"Kesamaan bukanlah bentuk keadilan yang hendak dicapai dalam proses pemidanaan," imbuh Mahfud. 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement