Jumat 05 Nov 2021 07:16 WIB

Menunggu Kepastian Keberangkatan Jamaah Umroh

Sejumlah regulasi masih memberatkan jamaah umroh Indonesia.

Jamaah umroh Indonesia
Foto: Anadolu Agency
Jamaah umroh Indonesia

Oleh : Ani Nursalikah, Jurnalis Republika.co.id

REPUBLIKA.CO.ID, Sudah lebih dari tiga pekan Arab Saudi menyatakan akan kembali membuka pintu bagi umat Muslim Indonesia yang ingin melaksanakan ibadah umroh. Hal itu termaktub dalam nota diplomatik yang dirilis Kedutaan Besar (Kedubes) Arab Saudi di Jakarta pada Jumat (8/10).

Kabar tersebut tentu saja disambut penuh rasa syukur dan gembira oleh calon jamaah umroh, biro perjalanan umroh, dan pihak lain yang berkepentingan. Pengumuman dari Arab Saudi itu juga menandakan pulihnya kepercayaan Saudi terhadap Indonesia. Penanganan Covid-19 yang dilakukan Indonesia pun diakui, apalagi jumlah kasus sudah melandai.

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan saat ini komite khusus di Arab Saudi sedang bekerja menangani hambatan dalam dimulainya lagi perjalanan umroh dari Indonesia. Menurut Retno, otoritas Indonesia dan Saudi juga sedang dalam tahap akhir pertukaran teknis yang menjelaskan informasi para pengunjung berkaitan dengan vaksin serta bakal memfasilitasi proses masuknya jamaah.

Nota diplomatik itu juga menyebutkan mempertimbangkan menetapkan masa periode karantina selama lima hari bagi jamaah umroh yang tidak memenuhi standar kesehatan yang dipersyaratkan. Namun, tampaknya calon jamaah umroh masih harus kembali bersabar sebelum akhirnya bisa mengobati kerinduan berkunjung ke Tanah Suci.

Konsul Haji KJRI Jeddah Endang Jumali sebelumnya memastikan Kementerian Kesehatan Arab Saudi resmi mengizinkan penggunaan dua vaksin Sinovac dan Sinopharm bagi calon jamaah umroh. Namun, jamaah haji umroh wajib disuntik salah satu vaksin lainnya, seperti Pfizer, Moderna, AstraZeneca, atau Jhonson and Jhonson sebagai vaksin penguat.

Baca juga : Kewajiban Orang Tua Mendidik dan Menjaga Anak

Vaksin tersebut adalah vaksin yang diakui Arab Saudi. Berita baiknya, vaksin Sinovac dan Sinopharm sudah bisa digunakan menjadi persyaratan umroh dengan karantina lima hari. Ini adalah angin segar bagi Indonesia, sebab banyak jamaah kita yang disuntik dengan Sinovac dan Sinopharm.

Namun, regulasi ini dinilai masih memberatkan jamaah umroh Indonesia. Karena, bagaimana pun akan memperpanjang masa tinggal jamaah di Tanah Suci. Hal ini akan berdampak pada membengkaknya pengeluaran jamaah.

Perlu kita sadari, meski Arab Saudi sudah membuka layanan umroh, dunia masih belum sembuh dari pandemi. Langkah karantina sangat perlu sebagai langkah pencegahan penularan Covid-19. Apalagi, masa karantina sudah dikurangi dari 14 hari menjadi hanya lima hari.

Di lain sisi, Endang Jumali mengatakan usulan lobi Kementerian Agama (Kemenag) terkait vaksin penguat jamaah umroh salah alamat. Menurutnya, pihak yang seharusnya mengurusi persoalan terkait vaksin adalah Kementerian Kesehatan.

Dia mengatakan, hingga saat ini belum ada pengumuman dari Arab Saudi terkait penggunaan Sinovac atau Sinopharm di wilayah Kerajaan. Respons Endang itu menanggapi pernyataan Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kemenag Hilman Latief. Ia berencana melobi otoritas Arab Saudi agar jamaah umroh Indonesia yang telah menerima vaksin lengkap Sinovac dan Sinopharm tidak perlu menerima vaksin booster.

Hilman mengatakan Kemenag terus mempersiapkan penyelenggaraan haji dan umroh 1443 H. Ia memastikan persiapan dilakukan secara profesional, inklusif, terbuka, dan tidak diskriminatif. Menurut Hilman, keterbukaan dan profesionalisme penting karena ibadah haji dan umroh menjadi ajang silaturahim antarumat Islam dari berbagai latar belakang, baik ormas, golongan, daerah, dan lain sebagainya.

Baca juga : Naskah Khutbah Jumat: Ketika Sehat Lupa, di Kala Sakit Ingat

Teknis penyelenggaraan umroh perlu segera diselesaikan dan disampaikan ke masyarakat. Ini diperlukan supaya ada kepastian kapan calon jamaah umroh diberangkatkan.

Travel umroh pun menyampaikan jamaah mulai gerah dengan ketidakpastian ini. Pemilik travel Umroh Taqwa Tours Rafiq Jauhari mengatakan belakangan ini jamaah terus-menerus menanyakan ihwal kepastian keberangkatan umroh. Terutama mereka yang telah membayar biaya umroh.

Bahkan ada jamaah yang menganggap Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umroh (PPIU) itu tidak mau memberangkatkan jamaah setelah dua tahun ditutup. Mereka mengira pemerintah sudah membuka umroh, tapi travelnya yang tidak kunjung memberangkatkan.

Terbaru, pemerintah menerbitkan aturan perjalanan darat. Masyarakat diminta menunjukkan bukti vaksinasi dan PCR atau antigen jika bepergian dengan jarak 250 kilometer dan waktu perjalanan empat jam.

Ketua Umum Sapuhi Syam Resfiadi mengatakan aturan ini menyulitkan jamaah umroh yang berangkat dari luar embarkasi  dengan jarak lebih dari 250 Km. Syam mengatakan, regulasi pemerintah untuk menekan kasus Covid-19 membuat biaya yang dikeluarkan masyarakat semakin besar. Di antara regulasi Covid-19 berbayar adalah karantina, swab dan PCR. Saat ini masyarakat dari daerah harus ke Jakarta jika ingin melakukan perjalanan ibadah umroh setelah Kemenag membuat sistem keberangkatan satu pintu.

Baca juga : Jadi Obat Oral untuk Covid-19, Berapa Harga Molnupiravir?

Satu lagi teknis pemberangkatan umroh yang harus diperbaiki pemerintah adalah menyinkronkan antara aplikasi Peduli Lindungi dengan Tawakkalna milik Arab Saudi. Hal ini penting demi membaca riwayat perjalanan jamaah.

Selain itu, semua informasi terkait vaksinasi juga tersimpan di Peduli Lindungi. Ini tentu akan memudahkan pemberangkatan jamaah. Di era teknologi informasi saat ini, hal ini tidak terhindarkan. Rasanya seperti mundur jika jamaah dibekali kartu fisik sebagai bukti telah divaksinasi.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement