Memilih Perahu Tambang untuk Menyusuri Bengawan Solo
Rep: Wilda Fizriyani/ Red: Mas Alamil Huda
Potret menyebrangi Bengawan Solo dengan menggunakan perahu tambang. | Foto: Dok. Pribadi/M. Badruddin
REPUBLIKA.CO.ID, MALANG -- Baru-baru ini telah terjadi laka air berupa perahu tenggelam di aliran Bengawan Solo, Rabu (3/11). Perahu tambang ini berusaha menyeberangi penumpang dan barang dari Kecamatan Rengel, Tuban menuju Desa Semambung Kanor, Bojonegoro.
Warga Bojonegoro, M Badruddin (29 tahun), mengatakan, menyeberangi Bengawan Solo dengan menggunakan perahu tambang sebenarnya sudah menjadi kebiasaan lama masyarakat setempat. Alasan utamanya, yakni jarak tempuh dengan menggunakan perahu lebih dekat dibandingkan melalui jalan utama.
"Jadi kebanyakan masyarakat khususnya di Semambung dan desa lainnya di sekitar Kecamatan Kanor lebih suka naik nambang atau perahu untuk ke kecamatan lain di Bojonegoro atau Tuban," ucap pria disapa Udin ini kepada Republika.co.id, Kamis (4/11).
Udin tak menampik, akan ada rasa takut saat menaiki perahu tambang untuk melewati Bengawan Solo. Namun, kekhawatiran ini sepertinya hanya berlaku di luar Kecamatan Kanor, Kabupaten Bojonegoro, atau Rengel, Kabupaten Tuban.
Menurut Udin, masyarakat di Kecamatan Kanor atau Kecamatan Rengel sudah terbiasa bermain di Bengawan Solo. Kebiasaan ini sudah dilakukan mereka sejak kecil sampai dewasa. "Jadi kalau naik perahu tambangan itu sudah menjadi kebiasaan," jelasnya.
Meskipun sudah terbiasa menggunakan perahu, standar keamanan tetap diperhatikan oleh beberapa pengelola perahu. Salah satunya dengan menyediakan sejumlah alat pelampung untuk penumpang. Namun terkadang jumlah pelampung tidak sesuai dengan muatan di perahu.
Melihat situasi tersebut, pemerintah setempat sebenarnya sudah menyiapkan proyek pembangunan jembatan. Proses pembangunan tersebut masih berlangsung hingga saat ini. "Kejadian kemarin laka perahu terbalik, itu pas di tempat pembangunan jembatan antara Kecamatan Kanor menunju ke Kecamatan Rengel," kata dia menambahkan.
Sementara itu, sosiolog dari Universitas Brawijaya (UB), Anton Novenanto, menilai, fenomena menyeberangi bengawan dengan menggunakan perahu sebenarnya hal biasa. Dia tidak bisa membayangkan moda transportasi lain untuk menyebrangi bengawan selain perahu.