REPUBLIKA.CO.ID, YERUSALEM -- Presiden Palestina Mahmud Abbas mengadakan audiensi pribadi dengan Paus Fransiskus dan bertemu dengan pejabat tinggi Vatikan, Kamis (4/11). Pejabat Vatikan menekankan pentingnya melanjutkan pembicaraan damai dengan Israel.
Abbas, yang telah bertemu Paus beberapa kali sebelumnya, mengadakan pembicaraan dengan Menteri Luar Negeri Kardinal Pietro Parolin dan menteri luar negeri de facto Paul Gallagher dalam perjalanan ke Roma yang juga termasuk pertemuan dengan Perdana Menteri Italia Mario Draghi.
Vatikan kemudian mengatakan sangat penting untuk mengaktifkan kembali dialog langsung untuk mencapai solusi dua negara, juga dengan bantuan upaya yang lebih giat dari komunitas internasional. "Ini menegaskan kembali Yerusalem harus diakui oleh semua orang sebagai tempat pertemuan dan bukan konflik, dan bahwa statusnya harus mempertahankan identitas dan nilai universalnya sebagai Kota Suci bagi ketiga agama Ibrahim," bunyi pernyataan Vatikan dilansir di Al Arabiya, Jumat (5/11).
Koalisi Israel yang dipimpin oleh perdana menteri nasionalis garis keras yang baru, Naftali Bennett, tidak memiliki posisi yang sama dalam mengakhiri konflik Palestina selama beberapa dekade. Hal ini memperumit setiap negosiasi diplomatik formal.
Namun, kunjungan tiga menteri kabinet Israel baru-baru ini ke Abbas menunjukkan kedua belah pihak tertarik mempromosikan stabilitas dan meningkatkan hubungan, bahkan jika pembicaraan damai belum terlaksana. Menurut rekaman yang dirilis oleh Vatikan, Paus dan Abbas bertukar hadiah dan kemudian berpegangan tangan saat Abbas mendoakan kesehatan dan kekuatan yang baik bagi Paus di masa depan.
Menurut laporan Vatican News, ini adalah pertemuan keenam mereka di Vatikan. Abbas memberi Paus sebuah representasi dalam damar Gua Kelahiran, sebuah gua bawah tanah di Betlehem tempat orang Kristen percaya bahwa Yesus dilahirkan.
Selama perjalanannya, Abbas juga bertemu dengan Perdana Menteri Italia Draghi dan kepala negara negara itu, Presiden Sergio Mattarella. Pada pertemuan mereka, Rabu, Draghi menyatakan dukungannya untuk dimulainya kembali dialog bilateral dan solusi dua negara yang adil, berkelanjutan dan dinegosiasikan.