Jumat 05 Nov 2021 17:46 WIB

Kasus Covid-19 di Eropa Terus Meningkat, Apa yang Terjadi?

Kasus COVID-19 di Eropa Terus Meningkat Dalam Sepekan Terakhir, Apa yang Terjadi?

Red:
Kasus COVID-19 di Eropa Terus Meningkat, Apa yang Terjadi?
Kasus COVID-19 di Eropa Terus Meningkat, Apa yang Terjadi?

Organisasi Kesehatan Dunia memperingatkan 500 ribu orang bisa meninggal dalam tiga bulan ke depan di Eropa dan Asia Tengah, karena kasus COVID-19 kembali naik.

Direktur WHO untuk kawasan Eropa, Hans Kluge mengatakan Eropa saat ini menjadi pusat penyebaran kasus COVID-19 dengan meningkatnya kasus.

Jumlah pasien COVID-19 yang harus dirawat di rumah sakit dan angka kematian kembali naik.

"Jumlah kasus kembali hampir mencapai rekor sebelumnya dan kecepatan penularan kasus sangat mengkhawatirkan," kata Hans.

"Selama empat pekan terakhir, Eropa mengalami kenaikan lebih dari 55 persen kasus baru COVID-19."

"Sekarang ada lebih banyak kasus di Uni Eropa, 78 juta, lebih banyak dari kasus gabungan di Asia Tenggara, Timur Tengah, Pasifik Barat dan Afrika."

Kawasan Eropa yang mengalami peningkatan adalah seluruh negara Uni Eropa, Inggris, kemudian Rusia, Turki, Israel dan beberapa negara bekas Uni Soviet, seperti Kazakhstan, Kyrgyzstan, Tajikistan, Turkmenistan dan Uzbekistan. 

Jumlah warga yang harus mendapat perawatan di rumah sakit juga meningkat lebih dari dua kali lipat dalam sepekan terakhir.

Bila kecenderungan ini terus berlanjut, Hans memperingatkan jumlah kematian di Eropa dan Asia Tengah bisa bertambah hingga 500 ribu orang di bulan Februari 2022.

Vaksin ada namun jangkauannya tidak maksimal

Pekan ini WHO melaporkan peningkatan kasus COVID di Eropa sudah terjadi selama lima pekan berturut-turut, dengan kenaikan terjadi di semua kelompok usia.

Tingkat penularan di Eropa menjadi yang tertinggi di dunia, yakni ada 192 kasus baru per 100 ribu penduduk.

Menurut Hans penyebabnya adalah jangkauan wilayah vaksinasi yang belum memadai, serta dilonggarkannya protokol kesehatan dan jarak.

Hans mengatakan negara-negara di Eropa tersebut memiliki tingkat vaksinasi yang berbeda, namun rata-rata tingkat vaksinasi dua dosis adalah 47 persen.

Hanya delapan negara yang sudah mencapai tingkat vaksinasi 70 persen, dengan dua negara masih berada di bawah 10 persen.

"Di negara dengan tingkat vaksinasi rendah, seperti di banyak negara di kawasan Laut Baltik, Eropa Tengah dan Utara, serta Semenanjung Balkan, jumlah warga yang harus dirawat di rumah sakit tinggi," katanya.

Direktur Urusan Keadaan Darurat WHO, Mike Ryan, mengatakan beberapa negara Eropa belum melakukan usaha yang optimal dalam menjangkau warga untuk divaksinasi, meski vaksinnya tersedia.

"Ini peringatan kepada dunia, inilah yang terjadi di Eropa meski vaksinnya tersedia," kata Mike dalam jumpa pers.

Hans menekankan vaksin diperlukan karena telah menunjukkan apa yang diharapkan.

"Meski kasus COVID-19 hampir mencapai rekor, tingkat kematiannya saat ini hanya setengah dari tingkat tertinggi sebelum ada program vaksinasi," katanya.

Hans juga mengatakan negara-negara perlu mempertimbangkan kembali penerapan protokol kesehatan dan perilaku sosial. 

Ia kembali memperingatkan jika 95 persen penggunaan masker akan bisa menyelamatkan sekitar 188 ribu orang dalam beberapa bulan mendatang.

Fokus pada vaksinasi, bukan menerapkanb 'lockdown'

Ukraina, Kroasia, Slovenia dan Slovakia melaporkan jumlah kasus harian tertinggi, sementara di negara lain jumlah kasus secara keseluruhan mencapai rekor baru.

Kebanyakan negara Eropa Timur dan Tengah sudah melakukan vaksinasi kepada lebih dari 50 persen penduduknya, tapi lebih rendah dari tingkat rata-rata vaksinasi di  Uni Eropa yang sudah mencapai 75 persen.

Peraturan COVID-19 di setiap negara jga berbeda, kebanyakan Pemerintah di kawasan Eropa mengutamakan upaya vaksinasi ketimbang kembali menerapkan 'lockdown'.

Rumania melaporkan jumlah kematian harian tetinggi pekan ini, dengan jumlah mencapai 591 kematian. Sistem layanan kesehatan di negara tersebut juga sudah mengalami kewalahan.

Bulgaria melaporkan jumlah kematian harian tertinggi minggu ini dengan 310 orang meninggal dalam 24 jam terakhir.

Baru 28,5 persen penduduk Bulgaria yang berjumlah 7 juta orang sudah divaksinasi penuh.

Di Kroasia, pihak berwenang melaporkan rekor harian tertinggi, yakni 6.310 kasus dan 32 kematian.

Pejabat Kroasia mengatakan mereka akan mengumumkan perlunya menunjukkan sertifikat vaksinasi bagi warga untuk melakukan kegiatan, namun tidak akan menerapkan 'lockdown'.

Karena peningkatan kasus, banyak warga Kroasia mendatangi tempat vaksinasi di ibu kota Zagreb, baik untuk mendapatkan dosis pertama atau pun vaksin 'booster'.

Di negeri tetangga Slovenia, kantor berita setempat mengatakan rumah sakit dipenuhi dengan pasien karena ada 4.511 kasus harian, Kamis kemarin.

Rumah sakit di negara berpenduduk dua juta orang itu untuk sementara hanya akan fokus pada pasien COVID-19 yang kritis.

Serifikat vaksinasi sudah diberlakukan bagi warga yang bekerja di Slovenia, namun pemerintah mengatakan kenaikan kasus bisa menyebabkan adanya 'lockdown'.

Sementara di Serbia, tim penanganan krisis sudah bertemu dengan para pakar kesehatan, Kamis kemarin, mereka mendesak diberlakukannya 'lockdown' selama 10 hari.

Pemerintahan Serbia enggan memperketat aturan COVID dan mengatakan lebih fokus pada upaya vaksinasi.

Seperti juga di Slovenia, di Serbia tingkat vaksinasi penuh baru sekitar 50 persen.

Serbia, yang memiliki penduduk 7 juta, sudah melaporkan adanya lebih dari 1 juta kasus dan 10 ribu kematian.

Kamis kemarin ada 6.100 kasus baru dengan 64 warga Serbia meninggal.

Slovakia, negara dengan tingkat vaksinasi terendah di Uni Eropa, mengumumkan pembatasan baru setelah adanya 6.713 kasus baru.

Mulai hari Senin, hotel, bar, restoran dan gym di hampir separuh wilayah Slovakia harus ditutup.

ABC/Wires

Artikel ini diproduksi oleh Sastra Wijaya dari  ABC News

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement