Jumat 05 Nov 2021 17:43 WIB

Masyarakat Diajak Gelorakan Wakaf Digital

Potensi wakaf uang capai Rp 180 triliun setahun, namun realitanya hanya Rp 819 miliar

Rep: Kiki Sakinah/ Red: Budi Raharjo
Ilustrasi Wakaf Uang.
Foto: Republika/Thoudy Badai
Ilustrasi Wakaf Uang.

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Majelis Ulama Indonesia (MUI) Pusat bersama Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) mengajak masyarakat menggelorakan wakaf digital guna memulihkan ekonomi. Hal itu disampaikan dalam webinar bertema "Manajemen Wakaf Berbasis Digital Untuk Tingkatkan Produktivitas dan Akuntabilitas Publik", yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik (Ditjen IKP) Kominfo bekerja sama dengan MUI Pusat.

Webinar diisi sejumlah nara sumber, di antaranya Sekretaris Lembaga Wakaf MUI Guntur Subagja Mahardika, Ketua MUI Bidang Ekonomi Syariah dan Halal KH Solahuddin Al Aiyub, Head of Sharia Group LinkAja Donny Fernando, serta Ketua Lembaga Wakaf MUI yang juga Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan Lukmanul Hakim, yang menjadi pembicara utama.

Pada kesempatan itu, Lukmanul Hakim mengatakan pemanfaatan wakaf perlu diperluas cakupannya tidak hanya terbatas pada lingkup ibadah tetapi juga pada sektor-sektor lain, khususnya pada sektor ekonomi. Pasalnya, sektor ekonomi saat ini sangat membutuhkan perhatian secara utuh dari semua elemen bangsa.

Hal itu disampaikannya mengutip pernyataan Presiden Joko WIdodo pada saat peluncuran Gerakan Wakaf Nasional pada 21 Januari 2021 lalu. Lukman juga menyoroti potensi wakaf uang Indonesia.

Menurut Badan Wakaf Indonesia (BWI), potensi wakaf uang mencapai Rp 180 triliun per tahun. Namun pada realitanya, jumlah wakaf uang hanya mencapai 819 miliar rupiah (Data BWI, Januari 2021, unaudited). Lukman menunjukkan data dari Forum Wakaf Produktif, berdasarkan data pengguna digitalisasi wakaf, rentang usia profil donatur kalangan milenial (usia 24-35 tahun) mendominasi sebesar 48 persen.

"Inilah mengapa menggelorakan wakaf digital menjadi sangat penting, mengingat kondisi masyarakat sekarang yang sehari-hari akrab dengan teknologi digital," kata Lukman, dalam keterangan yang diterima Republika.co.id, Jumat (5/11).

Sekretaris Lembaga Wakaf MUI, Guntur Subagja Mahardika, mengatakan perubahan teknologi mengubah perilaku masyarakat. Apalagi selama pandemi Covid-19 ini, menurutnya, terjadi perubahan yang dilakukan konsumen secara sporadis dan masif.

Konsumen tidak lagi melakukan transaksi secara langsung, melainkan secara digital, pembayaran secara virtual, berinteraksi lewat media sosial, dan sebagainya. Hal ini menurut Guntur, mau tidak mau menuntut lembaga-lembaga wakaf untuk masuk dan mengembangkan basis digital sebagai pengelolaan akuntabilitas ke publik.

"Semua sarana sosial media di luar platform yang dimiliki sendiri harus dioptimalkan menjadi sarana untuk mengembangkan wakaf dan juga sebagai sarana pelaporan atau akuntabilitas dari pengelolaan wakaf itu sendiri," kata Guntur.

Sementara itu, Donny Fernando dari LinkAja menyampaikan wakaf harus menjadi sebuah gaya hidup (lifestyle) bagi masyarakat Muslim. Oleh karena itu, ia menekankan perlu adanya profesionalisme dalam pengelolaan wakaf itu sendiri dan juga kemudahan dalam berwakaf dengan  penguatan literasi, digitalisasi dan kanal transaksi yang baik. Hal ini menurutnya akan meningkatkan kebermanfaatan wakaf uang untuk umat.

Sebagai salah satu bentuk solusi, Donny menyampaikan bahwa layanan syariah LinkAja dibangun untuk ikut mensukseskan Masterplan Ekonomi Syariah Indonesia 2019-2024. Selain itu akan menjadi uang elektronik syariah pertama dan satu-satunya di Indonesia.

"Ini tentunya solusi-solusi yang bisa kami berikan untuk mendigitalisasi dan mempercepat fundraising terhadap wakaf uang," kata Donny, seraya menjelaskan skema pengumpulan wakaf digital melalui aplikasi LinkAja.

Landasan keberadaan wakaf digital ini kemudian diulas dari sisi fiqih, seperti dijelaskan oleh K.H. Solahuddin Al Aiyub. Kyai Aiyub menuturkan, dengan mengutip dari beberapa kitab fiqih mu'tabar, masing-masing menyebutkan bahwa tidak disyaratkan adanya qobul penerimaan terhadap orang yang ingin ikrar wakaf.

Namun, menurutnya, cukup melakukan ikrar wakaf secara sepihak dan wakafnya bisa menjadi sah. Dalam konteks ini, tidak perlu dipersoalkan kesamaan majelis. Oleh karena itu, dibolehkan untuk menjalankan wakaf melalui media elektronik.

"Untuk wakaf secara digital ini, acuan terkait masalah syariahnya sudah sangat kuat dan dibolehkan secara syar'i. Hal ini sebagaimana dibahas oleh para ulama di dalam kitab-kitab fiqih yang mu’tabar," jelas Kyai Aiyub. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement