REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Anggota parlemen Amerika Serikat (AS) telah memperkenalkan kembali Rancangan Undang-Undang (RUU), yang meminta Departemen Luar Negeri untuk menetapkan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris.
"Sudah saatnya kita bergabung dengan sekutu kita di dunia Arab untuk secara resmi mengakui Ikhwanul Muslimin apa adanya, organisasi teroris," kata Senator Ted Cruz dalam sebuah pernyataan, dilansir dari laman Alarabiya pada Sabtu (6/11).
Cruz dan Anggota Kongres Mario Diaz Balart memperkenalkan Undang-Undang Penunjukan Teroris Ikhwanul Muslimin.
Cruz mengatakan, dia bangga untuk memperkenalkan kembali RUU yang mendesak pemerintahan Biden untuk mengambil langkah. Selain itu juga disebut untuk memajukan perjuangan bangsa melawan terorisme Islam radikal.
"Kami memiliki kewajiban untuk meminta pertanggungjawaban Ikhwanul Muslimin atas peran mereka dalam membiayai dan mempromosikan terorisme di Timur Tengah," kata Cruz.
"(Ikhwanul Muslimin terus) menghasut aksi terorisme dan mendukung organisasi teroris lainnya yang bertanggung jawab atas tindakan kekerasan yang mengerikan di seluruh dunia," kata Diaz-Balart.
Baca juga: Tiga Perangai Buruk dan Tiga Sifat Penangkalnya
Pihak berwenang Mesir telah memasukkan kelompok terlarang Ikhwanul Muslimin ke dalam daftar entitas teroris, untuk jangka waktu lima tahun.
Lembaran resmi "Al-Waqa'i' al-Misriyya" diterbitkan pada 11 Agustus 2021, merupakan hasil keputusan pengadilan pidana Kairo yang memasukkan daftar hitam Ikhwanul Muslimin untuk jangka waktu 5 tahun. Keputusan itu mulai berlaku pada hari berikutnya, 12 Agustus.
Dilansir di Egypt Today, Jumat (13/8), pengadilan juga memasukkan 56 orang yang termasuk dalam kelompok terlarang itu dalam daftar hitam untuk jangka waktu lima tahun.
Baca juga: Brasil Kini Punya Kota yang Jadi Destinasi Wisata Halal
Ikhwanul Muslimin merupakan kelompok yang dilarang di Mesir dan ditetapkan sebagai kelompok teroris. Almarhum Mohamed Morsi merupakan anggota Biro Bimbingan Tertinggi Ikhwanul Muslimin dan menjabat sebagai presiden selama satu tahun, sebelum rezimnya digulingkan karena protes massa, pada 3 Juli 2013.