REPUBLIKA.CO.ID, KABUL--Dana Anak Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNICEF) dalam laporan terbarunya mengatakan setidaknya 460 anak tewas akibat kekerasan tanpa henti dalam enam bulan pertama tahun ini di Afghanistan. Laporan tersebut juga menampilkan pembunuhan sembilan anggota dari satu keluarga, termasuk empat anak perempuan dan dua anak laki-laki pada Kamis pagi.
Itu terjadi saat sisa bahan peledak perang diledakkan dalam sebuah rumah di Kunduz. Sementara tiga anak lainnya menderita luka-luka. Berdasarkan data itu, terlihat kehidupan ribuan orang Afghanistan telah dipengaruhi oleh gelombang konflik empat dekade.
Seorang anak laki-laki berusia 6 tahun bernama Hibatullah yang kehilangan kakinya selama konflik di Nangarhar mengaku harus bergantung pada kaki palsu. “Anak saya terkena peluru dalam bentrokan di Nangarhar. Dia dirawat di rumah sakit untuk waktu yang lama dan kemudian kakinya diamputasi,” kata Ayah Hibatullah, Abdullah, dilansir Khalej Times, Ahad (7/11).
Akibat kejadian tersebut, pihak keluarga menjadi putus asa. Sekarang Hibatullah dalam perawatan Palang Merah dan mereka tengah membuat kaki palsu untuknya. Terapis Mohammad Fahim mengatakan setiap hari 10 hingga 15 anak datang mengeluhkan sakit kepala (brain freeze).
Fahim menjelaskan situasi saat ini sangat berbahaya akibat peperangan yang terus terjadi. Selain itu, UNICEF juga menyatakan keprihatinan atas kondisi anak-anak Afghanistan.“Kami juga prihatin dengan jumlah anak-anak yang terbunuh oleh alat peledak sepanjang tahun ini. Kematian satu anak sangat memilukan,” kata Kepala Komunikasi, Advokasi dan Keterlibatan Sipil untuk UNICEF Samantha Mort.
Menurut UNICEF, selama bertahun-tahun anak-anak Afghanistan telah berjuang dengan kemiskinan dan kekurangan gizi.