Senin 08 Nov 2021 14:29 WIB

Militer Sudan akan Kembalikan Kekuasaan ke Sipil

Jenderal Burhan mengaku tak akan berpartisipasi dalam pemerintahan transisi Sudan.

Rep: Lintar Satria/ Red: Teguh Firmansyah
Pemimpin dewan transisi Sudan, Letnan Jenderal Abdel Fattah Abdelrahman Burhan terlihat setelah dilantik sebagai Ketua Dewan transisi yang baru dibentuk di istana presiden di Khartoum, Sudan, 21 Agustus 2019 (diterbitkan kembali 25 Oktober 2021).
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Pemimpin dewan transisi Sudan, Letnan Jenderal Abdel Fattah Abdelrahman Burhan terlihat setelah dilantik sebagai Ketua Dewan transisi yang baru dibentuk di istana presiden di Khartoum, Sudan, 21 Agustus 2019 (diterbitkan kembali 25 Oktober 2021).

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Jenderal Angkatan Bersenjata Sudan Abdel Fattah al-Burhan mengaku tidak akan berpartisipasi dalam pemerintah transisi yang akan datang. Ia juga membantah angkatan bersenjata bertanggung jawab atas kematian pengunjuk rasa yang menentang kudeta militer.

"Ini janji kami, jani yang kami buat pada diri kami sendiri, rakyat Sudan dan komunitas internasional, kami berkomitmen untuk tidak menghentikan segala aktivitas politik sepanjang berjalan damai dan mematuhi deklarasi konstitusional dan bagian-bagiannya yang belum ditangguhkan," kata al-Burhan pada Aljazirah, Senin (8/11).

Baca Juga

Sebelumnya Rakyat Sudan menggelar unjuk rasa sejak kudeta 25 Oktober lalu. Namun  militer mengambil sejumlah penindakan mematikan. Organisasi independen Komite Pusat Dokter Sudan mengatakan sekitar 14 pengunjuk rasa tewas dan sekitar 300 lainnya terluka.

"Kami berkomitmen untuk menyerahkan kekuasaan pada pemerintah sipil dengan kompetensi nasional dan kami berjanji untuk menjaga transisi dari segala bentuk intervensi yang dapat menghalanginya," tambah Burhan.

Ia juga membantah tentara bertanggung jawab atas kematian para pengunjuk rasa. "Tentara Sudan tidak membunuh rakyat sipil dan ada penyelidikan komite untuk mengungkapkan apa yang terjadi," katanya.

Wawancara dengan stasiun televisi Aljazirah dilakukan saat unjuk rasa anti-kudeta terus digelar di Ibukota Khartoum dan beberapa kota linnya. Menambah tekanan pada militer di tengah krisis politik.

Puluhan guru berunjuk rasa menentang angkatan bersenjata di luar Kementerian Pendidikan di Khartoum. Serikat Guru mengatakan sekitar 80 pengunjuk rasa ditangkap pada Ahad (7/11) kemarin. Belum ada laporkan korban jiwa atau terluka.

Aljazirah melaporkan Burhan mengatakan militer sedang menggelar pembicaraan dengan partai politik dan tokoh-tokoh termasuk perdana menteri yang digulingkan Abdalla Hamdok untuk mencapai konsensus pembentukan pemerintah. Burhan berharap mencapai kesepakatan dalam 24 jam ke depan.

"Pengunjuk rasa membarikade jalan, membakar ban mobil, mengecam pemerintahan militer dan menyerukan pemerintah sipil sebagai pilihan rakyat," kata saksi mata unjuk rasa di Omdurman, Hoda Othman.

Kudeta yang dilakukan militer Sudan mendapat kecaman internasional. Bantuan terhadap ke negara itu pun dipotong sampai kekuasaan dikembalikan ke pemerintah sipil. 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement