REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR -- Pemerintah Kota(Pemkot) Bogor didesak agar membunyikan alarm siaga bencana. Pembunyian alarm ini dengan menyiagakan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Bogor dan optimalisasi dana Bantuan Tidak Terduga (BTT) untuk tanggap bencana. Hal itu menyusul angka bencana alam yang tinggi di Kota Bogor sejak awal November.
“Alarm siaga bencana harus dibunyikan. BPBD harus standby dan selalu on call, siaga penuh dalam tanggap bencana dengan merespons cepat aduan warga,” kata Ketua DPRD Kota Bogor, Atang Trisnanto, Senin (8/11).
Tak hanya itu, Atang menyebutkan, peran lurah dan camat sebagai aparatur wilayah juga sangat penting dalam penanggulangan bencana ini. Menurut Atang, sebagai aparatur wilayah para camat dan lurah paham akan situasi wilayah masing-masing.
“Koordinasi dengan RT/RW dan pengurus lingkungan lain sangat penting untuk antisipasi ataupun respons cepat dari berbagai kemungkinan yang tidak kita inginkan,” tegasnya.
Berdasarkan catatan dari BPBD Kota Bogor, terdapat 24 bencana alam yang terjadi dalam sehari pada Ahad (7/11) kemarin. Adapun bencana terdiri atas sembilan kejadian tanah longsor, 11 kejadian banjir lintasan, satu kejadian pohon tumbang, satu kejadian rumah roboh, satu kejadian Tembok Penahan Tanah (TPT) ambruk, dan satu kejadian pondasi retak.
Atang pun menegaskan agar Pemkot Bogor melalui BPBD, dapat memaksimalkan penggunaan anggaran BTT sebesar Rp 30 miliar untuk menanggulangi bencana. “Di APBD perubahan 2021 kemarin kita telah anggarkan anggaran BTT sebesar Rp 30 miliar. Untuk kedaruratan, jangan lamban. Jangan birokratis. Jangan sampai ada sisa anggaran (SILPA) dari BTT, sementara kondisi rakyat sangat membutuhkan akibat bencana,” ujarnya.