REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Ketua DPW DKI Jakarta Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Winarso, mengatakan, sesuai dengan tuntutan para pekerja, upah minimum provinsi (UMP) memang seharusnya naik tujuh hingga 10 persen. Kendati demikian, dirinya sadar jika hal itu tidak akan memungkinkan untuk terjadi.
“Tidak memungkinkan UMP tahun 2022 akan naik sesuai tuntutan pekerja,” kata Winarso kepada Republika, Senin (8/11).
Menurut dia, hal itu kemungkinan besar terjadi karena adanya regulasi dari pemerintah yang menyulitkan kenaikan UMP. Utamanya, dari UU Ciptakerja dengan turunannya PP Nomor 36 Tahun 2021 tentang pengupahan.
“Oleh karena itu pihak pekerja masih berharap adanya kebijakan dari Gubernur Anies agar dapat mencari titik tengah terkait penetapan kenaikan UMP Tahun 2022,” tuturnya.
Lebih jauh, menurut dia, jika mengacu berdasarkan survei standar Kebutuhan Hidup Layak (KLH) yang dilakukan serikat pekerja, maka idealnya UMP 2022 adalah Rp 5.305.000.
Jika hal tersebut masih belum ada kejelasannya, pihak buruh, kata dia, akan kembali melakukan aksi unjuk rasa pada 10 November nanti. Dikatakan dia, aksi itu akan dilakukan di berbagai wilayah kota DKI dan provinsi lainnya untuk meminta para Gubernur agar memperhatikan tuntutan dari para pekerja.
Sebelumnya, pada Selasa (26/10) silam, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) bersama dengan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) juga sempat melakukan aksi unjuk rasa menuntut UMP dan upah minimum sektoral provinsi (UMSP).
Aksi itu, dikatakan para buruh, termasuk Winarso, karena tidak ada respon positif dari Gubernur DKI Jakarta, Anies Rasyid Baswedan.
Wakil Gubernur DKI Jakarta, Ahmad Riza Patria, meminta maaf soal upah minimum provinsi (UMP) DKI 2022 yang belum ada angka pastinya. Kendati demikian, pihaknya mengaku akan mengkoordinasikan angka tersebut dengan semua pihak, termasuk buruh dan swasta.
“Jadi mohon maaf, peningkatan UMP akan kita upayakan meningkat. Namun angkanya mungkin belum bisa sesuai dengan harapan kita bersama,” kata Riza, Ahad (7/11).
Meski telah berdasarkan penghitungan rumus pengupahan yang mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 36 Tahun 2021 tentang Pengupahan, Riza mengaku belum bisa menyebutkan angka UMP 2022.
Dia menambahkan, untuk mendapatkan persetujuan bersama, memang perlu ada kerjasama semua pihak. Terlebih, saat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan para Buruh disebutnya juga menginginkan adanya peningkatan upah setiap tahun.
“Begitu juga swasta, mereka ingin ada peningkatan karena itu bagian dan bukti pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan,” jelas dia.
Namun demikian sekali lagi, kata dia, pihaknya masih menghadapi Covid-19. Di masa pandemi saat ini, lanjut dia, ada masalah lain disamping masalah ekonomi yang harus dibetulkan. “Kita selesaikan bersama,” ucapnya.
Sementara itu, anggota DPRD Fraksi PDIP Gilbert Simanjuntak mengatakan, perhitungan UMP memang tidak akan menyenangkan semua pihak. Utamanya, saat ada pihak yang mengharapkan kenaikan besar, sedangkan kemampuan membayar swasta dinilainya masih perlu dipertimbangkan.
“Kenaikan itu juga tidak mudah dilaksanakan dengan kondisi ekonomi saat ini,” tutur Gilbert.
Dalam kondisi sekarang, lanjut dia, Pemprov DKI juga harus mengalokasikan anggaran yang cukup untuk UMKM. Terlebih, postur APBD disebut dia juga kurang mendukung pemulihan ekonomi sektor tersebut.