REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pemerintah mengaku mulai merencanakan skema vaksinasi Covid-19 dosis ketiga atau booster untuk masyarakat. Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menegaskan, vaksin booster bagi anggota DPR tidak gratis alias berbayar.
"Nanti akan ditanggung oleh negara adalah yang PBI (penerima bantuan iuran). Jadi mohon maaf Bapak-Ibu anggota DPR yang memang penghasilannya cukup nanti kita minta bayar sendiri," ujar Budi dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Senin (8/11).
Adapun prioritas pertama penyuntikkan booster adalah elompok lanjut usia (lansia). Ia menjelaskan, tingkat kematian kelompok lansia akibat Covid-19 lebih tinggi ketimbang kelompok usia lainnya. Karena itulah, pemerintah juga tengah berusaha mengebut jumlah vaksinasi dosis kedua bagi kelompok tersebut.
"Memang prioritasnya vaksinasinya yang ada kita berikan ke lansia dulu sampai selesai, untuk memastikan mencegah jangan sampai nanti ada kasus kenaikan," ujar Budi.
Adapun vaksin dosis ketiga bagi masyarakat umum, rencananya akan mulai dilakukan setelah 50 persen dari populasi di Indonesia sudah menjalani vaksinasi dosis kedua Covid-19. Sebab, booster menjadi isu yang menjadi pembicaraan di dunia internasional.
Ada permasalahan etika dan keadilan, ketika masih banyak negara di Afrika belum melakukan vaksinasi dosis pertama. Namun, sejumlah negara maju justru sudah melakukan vaksinasi dosis ketiga.
"Ini sensitif karena di dunia orang bilang, masih banyak orang Afrika yang belum dapat. Kenapa negara maju dikasih booster, jadi isu ketidakadilannya isu etisnya tinggi-tinggi sekali," ujar Budi.
Karena itulah, Indonesia mengacu pada negara-negara lain yang telah melakukan vaksin booster untuk masyarakatnya. Di mana mayoritas dari negara-negara tersebut melakukannya setelah 50 persen dari populasi penduduknya telah menjalani vaksinasi dosis kedua.
"Kalau kita terlalu cepat nanti kita akan dilihat sebagai negara yang itu tadi, tidak memperlihatkan itikad baik," ujar Budi.
Kemenkes menyatakan kemungkinan booster bisa diberikan Maret 2022. Juru Bicara Vaksinasi Covid-19 dari Kemenkes Siti Nadia Tarmizi menuturkan, saat ini pihaknya fokus untuk menyelesaikan pemberian vaksin dosis pertama dan kedua dengan sasaran 208 juta jiwa penduduk.
"Masih ada sekitar 48 persen (dari total target vaksinasi) yang belum mendapatkan dosis pertama dan 70 persen yang belum mendapatkan dosis kedua," kata Siti Nadia Tarmizi, Jumat (22/10).
Menurutnya, mewujudkan pemberian vaksin pada 100 persen target sasaran vaksinasi jadi hal yang penting. Sebab, Kemenkes berkaca pada kasus di Inggris dan Israel yang cakupan vaksinasinya sudah tinggi ternyata masih bisa terjadi peningkatan kasus Covid-19. Tentu Indonesia yang cakupan vaksinasinya masih belum 50 persen berpotensi mengalami peningkatan kasus Covid-19.
Namun, Kemenkes menyadari studi ilmiah yang mengatakan kemampuan vaksin Covid-19 akan turun secara alami, kemudian adanya varian baru juga menyebabkan efikasi vaksin juga berkurang. "Jadi, kondisi inilah yang menyebabkan booster vaksin Covid-19 paling cepat Maret 2022, karena sudah hampir setahun mendapatkan vaksinasi Covid-19. Ini juga sambil menunggu uji klinis tentang pemberian (booster) vaksinasi dosis ketiga," katanya.
Hingga kini, dia melanjutkan, Kemenkes belum mengetahui apakah jenis booster vaksinnya yang diberikan sama, berbeda, hingga berapa lama jarak waktu penyuntikan dosis pertama atau kedua. Nadia mengakui, hal-hal terkait ini sedang dibahas dan segera dimatangkan. Lebih lanjut, ia mengakui, pekerjaan rumah untuk mengalahkan Covid-19 masih panjang dan butuh peran semua pihak.
"Karena prinsipnya Covid-19 bisa dikalahkan kalau bergotong royong, sama-sama membentuk benteng, pagar terhadap Covid-19 dengan vaksin," katanya.