Senin 08 Nov 2021 16:40 WIB

P2G: 20 Daerah Tutup Sekolah karena Ditemukan Kasus Covid-19

Pengawasan prokes siswa sepulang sekolah dinilai minim.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Andi Nur Aminah
Sejumlah siswa berjalan kaki saat pulang sekolah menuju ke rumah mereka masing-masing (ilustrasi)
Foto: Antara/Adeng Bustami
Sejumlah siswa berjalan kaki saat pulang sekolah menuju ke rumah mereka masing-masing (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Data Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menunjukkan, sepanjang September hingga awal November 2021, sudah ada 20 daerah yang terpaksa menghentikan sekolah di daerahnya melakukan pembelajaran tatap muka (PTM) terbatas. Penyebabnya karena ada guru atau murid yang positif Covid-19. 

P2G melihat masih banyak pelanggaran protokol kesehatan (prokes) karena minimnya pengawasan, terlebih saat siswa pulang sekolah. "Fakta menunjukkan masih terjadi pelanggaran protokol kesehatan, yang dilakukan oleh guru dan yang lebih banyak lagi oleh siswa khususnya sepulang sekolah," ungkap Koordinator Nasional P2G, Satriwan Salim, kepada Republika.co.id, Senin (8/11).

Baca Juga

Bentuk pelanggaran prokes yang banyak terjadi, di antaranya tidak memakai masker, berkerumun dan tidak jaga jarak, nongkrong tanpa masker, termasuk tak menjaga jarak ketika berada di dalam angkutan umum. Salim menjelaskan, pelanggaran prokes itu terjadi akibat lemahnya pengawasan dari aparat pemerintah daerah (pemda) atau satuan tugas (satgas).

Salim mengatakan, pengawasan prokes kepada siswa sepulang sekolah, khususnya di jam-jam pulang sekolah dan hari-hari jadwal PTM terbatas perlu ditingkatkan. Dia menyebutkan, langkah yang dapat dilakukan salah satunya adalah melaksanakan razia di titik tertentu tempat para siswa biasa nongkrong.

"P2G menilai pelanggaran prokes disebabkan lemahnya pengawasan dari aparat pemda atau satgas ketika siswa pulang sekolah. Begitu pula minimnya teladan dari orang dewasa (masyarakat) akan kepatuhan prokes. Siswa pakai seragam sekolah tapi tak bermasker lantas dibiarkan saja oleh masyarakat, tidak ditegur," ujar Salim.

Dia menerangkan, P2G juga melihat masyarakat seolah merasa Covid-19 di Indonesia sudah lenyap. Seiring intensitas vaksinasi, masyarakat sudah diizinkan melakukan kegiatan beramai-ramai, pasar sudah normal kembali, tempat ibadah juga demikian, pesta perkawinan sudah dihelat normal. Persepsi yang terbangun dari semua itu membuat komitmen disiplin prokes kembali melemah.

Laporan pelanggaran prokes siswa, termasuk guru, rata-rata terjadi di semua daerah. Untuk itu P2G meminta pemda untuk memberikan sanksi tegas bagi sekolah yang melanggar prokes. Sanksi tegas diperlukan demi meminimalisasi sebaran Covid-19 dan risiko klaster sekolah. Jika siswa atau guru kedapatan melanggar prokes, kata dia, maka sanksi bagi mereka dapat berupa pembelajaran dikembalikan pembelajaran jarak jauh.

Satriwan menekankan, terpenting juga adalah evaluasi PTMT secara komprehensif, detil, dan berkala dari Pemda dan Kemdikbudristek, Kemenag, dan Kemdagri. "Jangan hanya bersifat reaksioner sekolah ditutup, seperti yang terjadi selama ini, evaluasi baru dilakukan kalau ada siswa atau guru positif Covid-19," lanjut guru jebolan UNJ itu.

P2G melakuan evaluasi terhadap pelaksanaan PTM Terbatas serentak. Dalam catatan P2G, sejak awal September sampai awal November 2021, terdapat 20 daerah yang sekolahnya terpaksa menghentikan PTM karena ada siswa atau guru positif Covid-19. Daerah-daerah itu adalah Purbalingga, Jepara, Padang Panjang, Kab Mamasa, Kota Bekasi, Tabanan, Depok, Kota Tangerang, Tangerang Selatan, Jakarta, Grobogan, Pati, Salatiga, Gunung Kidul, Majalengka, Solo, Kota Bandung, Semarang, Tasikmalaya, dan Indramayu.

 

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement