REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Direktur Eksekutif WFP, David Beasley, mengatakan, 95 persen warga Afghanistan tidak memiliki cukup makanan dan 23 juta orang berada di ambang kelaparan. Menurut Beasley, enam bulan ke depan akan menjadi bencana besar.
"Ini seburuk yang bisa Anda bayangkan. Faktanya, kita sekarang sedang melihat krisis kemanusiaan terburuk di bumi," ujar Beasley, dilansir BBC News, Senin (8/11).
Sebelum Taliban mengambil alih Afghanistan pada Agustus lalu, ada keyakinan pemerintahan Presiden Ashraf Ghani akan mampu mengatasi ancaman musim dingin yang buruk dengan bantuan masyarakat internasional. Namun bantuan terhenti ketika pemerintahan Ghani runtuh.
Negara-negara Barat menangguhkan bantuan ke Afghanistan sejak Taliban kembali berkuasa. Beasley menantang pemerintah dan miliarder dari negara maju memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan mendesak warga Afghanistan.
"Kepada para pemimpin dunia, kepada para miliarder, bayangkan ini adalah gadis kecil Anda atau anak laki-laki Anda, atau cucu Anda yang akan mati kelaparan. Anda akan melakukan semua yang Anda bisa, dan ada kekayaan senilai 400 triliun dolar AS di bumi hari ini," kata Beasley.
Warga Afghanistan akan menghadapi musim dingin dengan ketakutan dan kekurangan bahan pangan. Di Maidan Wardak, ratusan orang berkumpul dengan harapan mendapatkan tepung dari titik distribusi resmi.
Tepung ini disediakan Program Pangan Dunia (WFP). Tentara Taliban berjaga di tempat distribusi bantuan pangan untuk mencegah keributan. Tetapi para warga yang mengantri menerima informasi, bahan pangan hanya dibagikan kepada mereka yang memenuhi syarat. Hal ini membuat mereka marah dan ketakutan.
"Musim dingin hampir tiba. Saya tidak tahu bagaimana saya akan melewatinya jika saya tidak bisa membuat roti," ujar seorang lelaki lanjut usia.
WFP dihadapkan pada keharusan meningkatkan pasokan bantuan bagi lebih dari 22 juta orang Afghanistan. Para ahli memperkirakan musim dingin kali ini akan dibarengi dengan cuaca buruk akibat pemanasan global. Dengan demikian, sebagian besar warga Afghanistan terancam mengalami kelaparan akut yang meluas.
Di Kota Bamiyan, Afghanistan tengah, seorang janda bernama Fatema, dan tujuh anaknya yang berusia dari tiga hingga 16 tahun hidup dalam kemiskinan. Suami Fatema belum lama ini meninggal karena kanker perut. Fatema tinggal di sebuah gua di dekat tebing.
Di bawah pemerintahan Ghani, Fatema bisa mendapatkan pasokan tepung dan minyak yang cukup teratur. Tetapi sejak Taliban kembali berkuasa, dia tidak lagi menerima pasokan itu.
Fatema bekerja menyiangi tanah di lahan petani terdekat untuk mendapatkan uang. Namun, kekeringan yang melanda daerahnya membuat Fatema kehilangan pekerjaan. "Saya takut. Saya tidak punya apa-apa untuk diberikan kepada anak-anak. Saya harus keluar dan meminta-minta," kata Fatema.
Beberapa orang tua terpaksa menjual anak perempuan mereka kepada pria yang lebih tua, untuk mendapatkan uang. Namun Fatema menolak untuk melakukan itu. Musim dingin akan segera tiba, dan sebagian besar orang yang bernasib seperti Fatema akan berada di ambang malapetaka.