REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Politikus, komandan kelompok bersenjata dan pengamat mengatakan percobaan pembunuhan Perdana Menteri Irak Mustafa al-Kadhimi merupakan operasi 'bodoh dan tanpa perhitungan'. Upaya itu akan sangat merugikan faksi syiah yang didukung Iran.
Pada Ahad (7/11) pagi lalu tiga drone bermuatan bahan peledak menghantam kediaman Kadhimi di Zona Hijau yang dijaga ketat. Tentara Irak menembak jatuh dua drone sebelum mencapai target sementara yang ketiga jatuh di rumah perdana menteri.
Drone ketiga itu menimbulkan kerusakkan dan sedikit melukai beberapa pengawalnya. Sebagian besar pejabat keamanan dan politik yang dekat dengan Kadhimi mengatakan, perdana menteri itu tidak terluka.
Sejumlah media melaporkan Kadhimi tidak berada di kediamannya saat serangan terjadi. Selama beberapa pekan kedepan ia menggunakan tempat alternatif di luar Zona Hijau.
Tidak lama usai serangan pihak berwenang Irak menetapkan peringatan tinggi dan mengerahkan pasukan khusus dan anti-teror ke Zona Hijau dan sekitarnya. Sementara itu tampaknya militer Irak mengerahkan pesawat tempur.
Tidak ada faksi yang mengaku bertanggung jawab. Akhir pekan lalu kelompok paramiliter syiah Asaib Ahl al-Haq bersumpah akan 'menghukum' Kadhimi untuk merespons kematian salah satu kematian komandannya Jumat (5/11). Komadan itu ditembak mati saat baku tembak dengan pasukan keamanan.
Pendukung Asaib menggelar unjuk rasa menentang hasil pemilihan Okobter lalu. Ketika kelompok bersenjata dan sekutu-sekutu mereka tampil buruk.
Faksi-faksi syiah yang didukung Iran menjadi pihak yang paling dituduh. Politisi, pemimpin faksi dan komandan militer mengatakan siapa pun yang bertanggung jawab 'akan membayar harganya'.
"Operasi itu bodoh dan tanpa perhitungan, dan tidak bermanfaat bagi siapa pun, entah Irak atau faksi-faksi atau Iran, operasi absurd itu memperumit situasi dari sebelumnya," kata tokoh syiah Irak yang dekat dengan Iran pada Middle East Eye, Senin (8/11).
"Ini merupakan kesalahan besar, siapa pun (faksi yang didukung Iran) akan membayarnya, mereka (para pelaku) ingin membalas dendam pada Kadhimi, tapi hasilnya memalukan pemimpin faksi dan memperdalam isolasi politik dan sosial mereka," tambahnya.
Ia melanjutkan, Kadhimi mendapatkan simpati besar dari dalam maupun luar negeri. Sementara (faksi bersenjata) kini diambang kehilangan seluruh masa depan politik mereka.