REPUBLIKA.CO.ID,
Oleh: Anggoro Pramudya
Meski sempat menjadi salah satu pusat penyebaran pun dampak paparan infeksi virus Covid-19 terbanyak pada awal pandemi. Kini negeri berbentuk sepatu high heels, Italia sudah memasuki fase baru dalam kehidupan mereka.
Italia telah mengalami penurunan infeksi dan kematian akibat Covid-19 dalam beberapa bulan terakhir. Padahal, Negara ini pernah menjadi simbol krisis virus corona di Benua Biru pada 2020 lalu.
Saat itu kasus Covid-19 harian meningkat pesat hanya dalam hitungan hari. Virus serupa SARS itu masuk ke Italia akhir Januari 2020. Sejak itu, jumlahnya terus bertambah tak terkendali.
Bahkan dalam sehari, negeri pasta pernah mencatat setidaknya 600 kematian yang disebabkan oleh infeksi Covid-19. Sejumlah ahli kesehatan hingga dokter berjuang dan bertarung untuk meredam penyebaran wabah tersebut.
Tentu saja keberhasilan Italia membalikkan roda nasib tak terlepas dari kebijakan pemerintah, tenaga medis, elemen terkait dan seluruh elemen masyarakat yang menaati proses dan aturan yang diberlakukan oleh negara.
Berkat hal tersebut pada bulan Juni 2021 pemerintah Italia untuk pertama kalinya menyatakan beberapa wilayah sebagai zona putih, yang berarti masyarakat sudah tidak diwajibkan untuk mengenakan masker dan diperbolehkan datang ke acara yang diinginkan.
Bak gayung bersambut, kebijakan tersebut diterima dengan baik oleh berbagai elemen khususnya para pencinta sepak bola Italia. Para pendukung sudah diperbolehkan masuk ke dalam stadion setelah satu tahun berjibaku dengan Covid-19.
Lampu hijau kedatangan para fan mendapat sambutan hangat dari klub-klub Italia. Ekonomi klub praktis membaik, pun dengan tensi panas antar kedua kubu yang kembali tersaji.
Salah satu fragmen menarik dari kembalinya kehidupan di tribun stadion adalah partai Derby della Madonnina antara AC Milan versus Inter Milan yang selalu sesak dipenuhi para penonton.
Duel pekan ke-12 Serie A Italia 2021/2022, yang berlangsung di Stadion San Siro, Senin (8/11) jadi legasi bahwa tifosi merupakan ruh bagi pergerakan industri sepak bola.
Pendukung garis keras, Ultras, Curva Sud Milan (CSM) bahkan memberikan dedikasi mengejutkan untuk para penonton kulit bundar dunia. Dalam hajatnya sebagai tuan rumah pada partai tersebut Curva Sud mengirim pesan menyentuh untuk seluruh masyarakat di dunia terutama tenaga medis yang telah berjuang.
"Untuk mereka yang berjuang, bagi mereka yang tidak selamat. Bagi mereka yang berjuang di garis depan untuk menyelamatkan negara. Kami memberikan penghormatan kepada semua orang dengan mendedikasikan koreografi terpenting musim ini untuk mereka," tulis spanduk Curva Sud di dalam stadion dikutip Football Italia, Senin.
Momen haru tersebut bertambah saat lampu stadion dipadamkan selagi tribut dibacakan untuk mengenang para pejuang yang mempertaruhkan nyara selama pandemi Covid-19.
"Milan tidak lupa. Grazie!, dengan gambar besar tiga orang petugas kesehatan menggunakan masker dan alat perlengkapan Covid-19 ditambah simbol berkabung di tengah bendera Italia," sambung tulisan tersebut.
Adapun untuk diketahui, Lombardy, Milan adalah wilayah di mana Covid-19 pertama kali melanda tanah Eropa pada Februari 2020 dan kemudian menjadi wilayah yang paling parah terkena dampak dalam hal kasus dan kematian.
Inilah sebabnya mengapa Curva Sud mengirim pesan khusus yang dirasa sangat tepat pada laga Derby della Madonnina kontra saudara sekota Inter. Para pendukung i Rossoneri ingin membagi bentuk penghormatan dan merangkul seluruh keluarga korban untuk sama-sama kembali memulai era baru usai pandemi.
Pesan menyentuh
Pelatih Milan, Stefano Pioli mengaku tidak terkejut dengan koreografi yang ditunjukkan oleh Curva Sud Milan. Ia pun sangat tersentuh dengan apa yang dilakukan oleh para fan Merah Hitam.
"Saya tak terkejut karena saya mengenal fan Rossoneri. Dalam pertandingan yang begitu tulus dan halus, untuk mendedikasikan pemikiran untuk kategori profesional yang bekerja keras di saat yang sulit. Saya bangga dengan fan Milan," kata Pioli purna laga.
Disisi lain, jurnalis olahraga Sky Sports Italia Angelo Mangiante menyebut ini merupakan bentuk penghormatan yang sangat menyentuh dengan rasa empati yang ditunjukkan dari dunia olahraga sepak bola.
"Berkelas, ini menjadikan hidup dan hidup lebih besar dari (sepak bola). Koreografi ini lebih berharga, lebih dari sebuah tujuan (psywar) dan dilakukan dengan sangat baik," kata dia.
Di kubu tim tamu, Inter sendiri membentangkan koreografi bergambar dua orang pendukung yang melambangkan fan Inter dengan ukiran gelar Scudetto ke-19 di depan sosok fan Milan yang terlihat sedih. Koreografi sendiri dilakukan para pendukung klub untuk mengekspresikan kecintaan pun bentuk psywar kepada tifosi dan pemain lawan.