REPUBLIKA.CO.ID, RABAT -- Maroko tertarik untuk membeli sistem pertahanan rudal Iron Dome buatan Israel. Iron Dome dirancang untuk mencegat dan menghancurkan proyektil jarak pendek, termasuk roket dan drone.
"Sistem ini akan memastikan pertahanan yang lebih baik dari tembok pasir di Sahara, tetapi juga zona sipil dan militer yang bersifat sensitif," kata sebuah laporan yang merujuk pada situs militer Kerajaan Maroko dilansir Middle East Monitor, Selasa (9/11).
Laporan itu muncul di tengah meningkatnya permusuhan antara Maroko dan Aljazair. Hubungan keduanya mencapai titik terendah setelah tiga pengemudi truk Aljazair tewas dalam serangan bom di daerah perbatasan antara Mauritania dan wilayah Sahara Barat yang disengketakan.
Maroko telah membantah terlibat dalam serangan tersebut. Namun pemerintah Aljazair mencurigai Maroko berada di balik serangan itu. Kantor Kepresidenan Aljazair mengutuk insiden itu dan memperingatkan akan ada tindakan balasan.
"Beberapa faktor menunjukkan pasukan pendudukan Maroko di Sahara Barat telah melakukan pembunuhan pengecut dengan persenjataan canggih ini. Agresivitas brutal ini adalah karakteristik dari kebijakan ekspansi teritorial dan teror yang diketahui," ujar pernyataan Kepresidenan Aljazair.
Pekan lalu, surat kabar harian Spanyol La Razon mengungkapkan Aljazair telah mengerahkan rudal di dekat perbatasannya dengan Maroko. Sementara Raja Maroko Mohamed VI menegaskan kembali klaim teritorial Rabat atas Sahara Barat. Dia mengatakan status Sahara Barat tidak dapat dinegosiasikan.
Maroko telah berkonflik dengan kelompok separatis Polisario yang didukung Aljazair atas Sahara Barat sejak akhir pendudukan Spanyol. Konflik tersebut berubah menjadi konfrontasi bersenjata yang berlangsung hingga 1991 dan berakhir dengan penandatanganan perjanjian gencatan senjata. Namun gencatan senjata itu telah dilanggar tahun lalu.
Bulan lalu, pemimpin gerakan kemerdekaan Sahara Barat bersumpah untuk melanjutkan perang melawan pasukan Maroko di sepanjang tembok pemisah. Mereka bertekad melanjutkan perang sampai masyarakat internasional mengakui hak penentuan nasib sendiri.
Pada Desember tahun lalu, Maroko menormalkan hubungan diplomatik dengan Israel sebagai bagian dari Kesepakatan Abraham yang didukung Amerika Serikat (AS). Sebagai imbalan atas normalisasi tersebut, pemerintahan mantan presiden Donald Trump mengakui kedaulatan Maroko atas Sahara Barat.