Selasa 09 Nov 2021 12:18 WIB

Pakar Sebut Pil Antivirus tak Bisa Gantikan Vaksin

Obat antivirus covid-19 menghentikan replikasi virus di dalam tubuh.

Rep: Rizky Suryarandika/ Red: Dwi Murdaningsih
Kapsul Molnupiravir yang disebut ampuh mengobati pasien Covid-19.
Foto: AP Photo
Kapsul Molnupiravir yang disebut ampuh mengobati pasien Covid-19.

REPUBLIKA.CO.ID, NEWYORK -- Pakar kesehatan memperingatkan masyarakat tetap mengikuti program vaksinasi meski pil anti Covid-19 sudah tersedia. Hal ini menyusul rilis Pil antivirus oral dari Merck & Co dan Pfizer Inc-BioNTech SE yang terbukti menumpulkan dampak terburuk Covid-19 jika diminum cukup awal.

Kekhawatiran tersebut menyusul kabar pil antivirus eksperimental Paxlovid mampu mengurangi risiko rawat inap dan kematian akibat Covid-19 sebesar 89 persen pada orang dewasa yang berisiko tinggi. 

 

Temuan Pfizer mengikuti hasil dari perusahaan Merck dan Ridgeback Biotherapeutics pada 1 Oktober bahwa obat antivirus oral mereka mengurangi rawat inap dan kematian hingga setengahnya. Obat buatan Merck yang dikenal sebagai molnupiravir, mendapat persetujuan bersyarat di Inggris pada Kamis lalu. Paxlovid dan Molnupiravir masih membutuhkan izin dari regulator kesehatan AS.

 

"Dengan hanya mengandalkan obat antivirus, ini seperti bertaruh. Jelas, ini akan lebih baik daripada tidak sama sekali, tetapi ini adalah permainan berisiko tinggi untuk dimainkan," kata profesor virologi molekuler dan mikrobiologi Baylor College of Medicine, Peter Hotez, dilansir dari Reuters pada Selasa (9/11).

 

Vaksin dianggap tetap efektif dalam menghadapi varian virus Delta yang sangat menular. Salah satunya vaksin dari Pfizer-BioNTech yang mengurangi risiko rawat inap sebesar 86,8 persen. 

 

Peneliti mengatakan beberapa orang yang tidak divaksinasi telah mengandalkan antibodi monoklonal sebagai penghalang jika mereka terinfeksi. 

 

"Saya pikir berita Pfizer adalah berita yang luar biasa. Ini sejalan dengan vaksinasi dan tidak menggantikannya," kata profesor kesehatan masyarakat di Universitas George Washington, Leana Wen.

 

Salah satu alasan tidak bergantung pada pil baru karena obat antivirus harus diberikan secepatnya karena Covid-19 memiliki fase berbeda. Ini karena fungsi obat itu menghentikan replikasi virus di dalam tubuh.

 

Pakar penyakit menular Celine Gounder menjelaskan pada fase pertama, virus dengan cepat bereplikasi di dalam tubuh. Namun, banyak efek terburuk dari Covid-19 terjadi pada fase kedua timbul dari rusaknya respons imun yang dipicu oleh replikasi virus.

 

"Begitu Anda mengalami sesak napas atau gejala lain yang akan membuat Anda dirawat di rumah sakit, Anda berada dalam fase kekebalan disfungsional di mana antivirus benar-benar tidak akan memberikan banyak manfaat," kata Gounder.

 

photo
infografis Molupiravir jadi obat covid 19 - (republika)

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement