REPUBLIKA.CO.ID,KAIRO—Imam Besar Al-Azhar Ahmed El-Tayyeb, Paus Tawadros II, patriark Tahta St Mark dan pemimpin Gereja Ortodoks Koptik Mesir, menghadiri perayaan yang menandai peringatan 10 tahun Rumah Keluarga Mesir di Kota Nasr, Kairo. Rumah Keluarga Mesir didirikan pada tahun 2011 untuk mempromosikan toleransi dan hidup berdampingan secara damai.
Rumah Keluarga Mesir adalah gagasan El-Tayyeb dan Paus Shenouda, pendahulu Tawadros II, setelah salah satu serangan teroris paling mematikan terhadap orang Kristen Koptik di Alexandria. Pengeboman itu terjadi saat kebaktian Malam Tahun Baru 2010 di Gereja El-Qiddissin dan merenggut nyawa 23 orang serta melukai 97 orang.
Dalam sambutannya, El-Tayyeb mengatakan gagasan mendirikan Rumah Keluarga muncul sebagai solusi dari tantangan yang paling berbahaya, termasuk hilangnya keamanan, perdamaian, dan stabilitas sosial serta menjamurnya kejahatan teroris.
"Kami telah sepenuhnya menyadari bahwa jika tidak diperangi, perselisihan sektarian akan menjerumuskan negara ke dalam perang sektarian,” ujarnya, menjelaskan bahwa Rumah Keluarga Mesir bertugas menerapkan nilai-nilai timbal balik tertinggi di antara berbagai peradaban dan agama.
Perayaan itu dibagi menjadi empat sesi yang membahas toleransi teks-teks agama dan perannya dalam memperkuat perdamaian sosial dan efek kewarganegaraan dalam mendukung koeksistensi. Sesi-sesi tersebut juga membahas perlunya memerangi kekerasan terhadap perempuan.
Rumah Keluarga bekerja sama dengan negara untuk melindungi nilai-nilai sosial dan tradisi moral, meningkatkan kewarganegaraan, dan mengatasi tantangan, kata Paus Tawadros II.
“Rumah Keluarga telah mengkonsolidasikan gagasan cinta dan pengertian satu sama lain,” tegas Paus Tawadros II.
“Ini adalah buah dari pemahaman yang mendalam dan dipelajari dengan baik antara Al-Azhar dan Gereja untuk melindungi Mesir dan rakyat Mesir dari perselisihan yang menghancurkan negara-negara tetangga, masyarakat, dan peradaban lama,” tambah El-Tayyeb.
El-Tayyeb mengatakan bahwa Al-Azhar dan Gereja memahami bahwa berpartisipasi dalam upaya nasional, keamanan dan politik untuk menghindari perpecahan bangsa merupakan tugas setiap lembaga keagamaan.
Rumah Keluarga Mesir, yang berkantor pusat di Kairo, terdiri dari cendekiawan Muslim, ulama dari Gereja Koptik, perwakilan dari berbagai agama Kristen di Mesir, dan intelektual. Gedung itu dimaksudkan untuk melestarikan jalinan persatuan nasional masyarakat Mesir dan mengembalikan nilai-nilai Islam dan Kristen, kata Al-Azhar dalam sebuah pernyataan. Entitas itu juga berfokus pada nilai-nilai timbal balik antara Islam dan Kristen, tambah pernyataan itu.
Menteri Kehakiman Omar Marwan yang juga menghadiri konferensi atas nama Perdana Menteri Mostafa Madbouly, mengatakan Rumah Keluarga Mesir adalah bukti bahwa Mesir akan tetap menjadi negara yang aman. “Mesir selalu mengakomodasi semua orang, menerima pluralisme, menganut moderasi, dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan,” kata Marwan.
Sumber:
https://english.ahram.org.eg/News/438291.aspx