Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nanik Ika

Dunia Terancam Krisis Iklim

Eduaksi | Tuesday, 09 Nov 2021, 06:10 WIB

Krisis iklim menjadi pembahasan tingkat global. Sehingga krisis iklim membuat manusia harus berpikir cerdas dan cermat dalam menanggapinya. Kondisi alam yang tidak lagi dapat dipastikan menyebabkan berbagai masalah baru. Kerusakan lapisan ozon, efek rumah kaca, naiknya suhu bumi, cuaca ekstrem, cairnya gletser dan es di kutub utara dan selatan, menambah derita baru bagi umat manusia. Terlebih saat ini kenaikan suhu rata-rata global yakni 1,2 derajat Celsius lebih tinggi ketimbang era praindustri (1850–-1900).
Di Indonesia, permasalahan iklim menjadi topik hangat.Sebagai negara dengan tutupan hutan tropis luas, Indonesia berperan dalam mengerem peningkatan suhu bumi. Indonesia pun bergabung bersama negara-negara global menangani krisis iklim dalam UN Climate Change Conference of the Parties (COP26) ke-26 di Glasgow, Skotlandia. COP26 adalah bagian dari Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). COP26 merupakan forum tingkat tinggi signifikan bagi 197 negara untuk membahas perubahan iklim global dan rencana menghindari krisis Iklim.
Perubahan iklim dianggap sudah menjadi bom waktu terjadinya kiamat ekologis sehingga COP26 dianggap sangat urgen utk menarik komitmen semua pihak dan negara dalam rangka menurunkan emisi karbon dan termasuk deforestasi. Meski demikian, tidak sedikit aktivis lingkungan, baik nasional maupun internasional, mengkritik agenda ini. Sejumlah aktivis lingkungan bahkan menggelar demonstrasi dan mengecam para pemimpin dunia yang hadir dalam forum tersebut dan menganggap bahwa mereka hanya berpura-pura berempati pada mereka yang terdampak krisis iklim. Faktanya juga bahwa negara industry yg menggagas KTT ini adalah penghasil terbesar emisi, membiarkan kaum kaya melontarkan jutaan ton emisi karbon utk memuaskan nafsu materialistic mereka.
Akar penyebab krisis lingkungan adalah ideologi dan sistem kapitalisme yang materialistis dan mendominasi politik, ekonomi, dan sosial semua negara saat ini. Sistem yang terobsesi pada profit ini telah menciptakan pola konsumsi dan produksi yang tidak berkelanjutan pada banyak negara, demi mengamankan pendapatan dan keuntungan ekonomi, mengalahkan semua nilai kemanusiaan dan kebutuhan manusia, termasuk perlindungan lingkungan. Alhasil, hutan digunduli, berganti kebun kelapa sawit, sumber daya alam dikeruk, reklamasi dengan dalih pembangunan masif, pengabaian analisis dampak lingkungan dalam pembangunan dan seabrek dosa kapitalis terhadap lingkungan lainnya. Jadi, selama negara masih memberikan peluang individu untuk menguasai aset-aset umum, selama itu pula masalah lingkungan senantiasa hadir.
Dalam mengatasi krisis iklim dan lingkungan yang menimpa dunia, tidak akan pernah tercapai solusi tepat selama akar masalahnya belum terselesaikan. Sebab pelaku utama kerusakan alam saat ini adalah penerapan ideologi kapitalisme. Oleh karena itu, jalan terbaik menghentikan krisis iklim adalah menggantinya dengan ideologi alternatif, yaitu Islam sebagai sistem kehidupan. Islam sangat jelas memberi panduan dalam menjaga lingkungan. Daam Islam akan ditetapkan kebijakan pembangunan yang ramah lingkungan, pemanfaatan SDA untuk kemaslahatan umat manusia, serta politik ekonomi berbasis syariat Islam.
Nanik Ika, S.PdKedir

id.depositphotos.com

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image