REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Setiap 10 November selalu terbayang sosok-sosok tangguh dan tidak gentar membela bangsa, rela bercucur darah dan menukar jiwa demi memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Karenanya, Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Haedar Nashir menyayangkan, bila Hari Pahlawan dijadikan sebagai acara seremonial belaka.
Bangsa Indonesia harus memperingati Hari Pahlawan sebagai ikhtiar menyerap nilai perjuangan pahlawan Indonesia. Sekaligus mengaktualisasi nilai kepahlawanan agar hidup dalam jiwa, alam, pikiran, sikap dan tindakan warga dan elit bangsa.
Terlebih, kini bangsa Indonesia dihadapkan dengan tantangan yang lebih kompleks, lawan tidak datang dalam bentuk penjajahan fisik. Ancaman terbesar justru hadir saat warga dan elit bangsa Indonesia ini tidak lagi menjaga persatuan.
Maka itu, ia mengingatkan agar Hari Pahlawan kembali menghidupkan nilai-nilai kepahlawanan baik bagi warga maupun elit. Pertama, nilai pengorbanan. Pahlawan berkorban demi merawat eksistensi bangsa dalam panggung sejarah bangsa-bangsa.
Jika nilai pengorbanan diaktualisasikan dengan baik, terbentuk bangsa yang peka, mau membantu sesama, tidak lagi provokasi yang menimbulkan konflik berbangsa dan bernegara. Pahlawan berani berkorban pikiran, harta bahkan jiwa untuk Indonesia.
"Mereka memberi bukan meminta dan bukan mengambil. Itulah ciri berkorban," kata Haedar, Selasa (9/11).
Kedua, meletakkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan yang lain. Sebab, persoalan dan tantangan bangsa Indonesia begitu banyak dan kompleks tidak mungkin terselesaikan tanpa kolaborasi dan persatuan segenap elemen anak bangsa.
Pahlawan mampu satukan Tanah Air karena selalu meletakkan kepentingan bangsa di atas diri, keluarga dan kroni. Melintasi batas hadir untuk semua kalangan, jadi sosok-sosok yang meletakkan kepentingan lebih luas di atas kepentingan sempit.
Haedar tidak untuk diri, keluarga atau kroni, melainkan untuk bangsa dan negara. Ketiga, nilai kenegarawanan. Pahlawan mengajarkan ekspresi sikap kenegarawanan paling sederhana, niscaya ada dalam tindakan jujur baik di perkataan maupun perbuatan.
Ketika ada kesalahan mereka dengan gagah berani mengakui kesalahan dan tidak menutupi kesalahan dengan kesalahan lain. Seharusnya, kebiasaan laku jujur pahlawan ini jadi inspirasi dan batu tapal kemajuan untuk bangsa dan negara.
"Pahlawan berdiri tegak di atas nilai-nilai kebenaran, kebaikan dan kepatutan dalam hidup. Mereka tidak berdusta, namun sangat jujur dengan kehidupan. Jiwa kesatria ini begitu penting," ujar Haedar.
Keempat, nilai uswah hasanah atau keteladanan hidup. Haedar merasa, jadi teladan yang baik merupakan salah satu simpul harapan bangsa saat negara alami kerapuhan sosial. Sebagai imbas pertarungan politik dan ekonomi ambisius seperti sekarang.
Perlu teladani pahlawan yang telah memberi panduan dalam berbangsa dan bernegara yaitu kata dan tindakan tidak pernah pecah kongsi. Pahlawan, pada dasarnya hidup sejahtera nan bersahaja, tetap jiwanya seluas samudera, bahkan melampauinya.
"Kata sejalan dengan tindakan, sehingga masyarakat memperoleh obor dan suluh dari sikap, pikiran, cita-cita, langkah dan jejak para pahlawan," kata Haedar.