REPUBLIKA.CO.ID, PARIS -- Tindakan Islamofobia kembali terjadi di Prancis. Dua polisi Prancis yang diselidiki atas keterlibatan mereka dalam kematian seorang wanita tua Aljazair di Marseille tidak akan menghadapi tuntutan.
Keputusan ini memicu kemarahan di kelompok Muslim. Sang korban bernama Zineb Redouane (80 tahun) dibunuh di rumahnya selama demonstrasi Rompi Kuning.
Polisi menembak wajahnya dengan granat gas air mata. Pada 2020, keluarga korban mengajukan gugatan hukum terhadap mantan menteri dalam negeri dan pejabat senior lainnya.
Namun, Direktur Pelaksana Kepolisian Nasional (DGPN) Frédéric Veaux mengatakan, kedua polisi tersebut tidak akan menghadapi sidang disiplin, seperti yang awalnya direkomendasikan setelah penyelidikan administratif oleh Inspeksi Générale de la Police Nationale (IGPN).
Investigasi yang dilakukan pada Desember berpendapat kehadiran beberapa bangunan tepat di depan petugas penembakan seharusnya merupakan tanda bahaya. Disebutkan bahwa peluncur tipe cougar yang digunakan dalam insiden tersebut memiliki jangkauan sekitar 100 meter.
Proyektil menghantam Redouane setelah 37 meter, yang menghancurkan bagian kanan wajah wanita tersebut. Akibatnya, dia terjatuh dan menghirup gas air mata dalam jumlah besar.
Dilansir ABNA, Rabu (10/11), sejak protes Rompi Kuning dimulai pada November 2018, beberapa pengunjuk rasa terluka parah dalam bentrokan dengan polisi. Penggunaan kekuatan yang berlebihan oleh sebagian kecil polisi sedang diselidiki secara independen.
Menurut jurnalis David Dufresne, 550 orang telah terluka selama protes Rompi Kuning sejak November 2018. Dufresne melacak semua insiden penggunaan kekuatan oleh polisi dan memberi tahu menteri dalam negeri.
Baca juga : Polisi Periksa CEO Erigo Terkait Kasus Rachel Vennya