REPUBLIKA.CO.ID, ADDIS ABABA -- Pihak berwenang Ethiopia menahan lebih dari 70 pengemudi yang bekerja dengan PBB. Hal ini berdasarkan sebuah surat elektronik (surel) internal PBB yang dilihat oleh Reuters pada Rabu (10/11).
Etnis para pengemudi yang ditangkap tidak diketahui. Juru bicara pemerintah Ethiopia, Legesse Tulu dan juru bicara Kementerian Luar Negeri, Dina Mufti tidak segera menanggapi permintaan komentar tentang penahanan para pengemudi PBB.
Seorang juru bicara kontingen PBB di Ethiopia mengatakan kepada Reuters, pihaknya akan segera mengirim email tanggapan. Menurut, Kepala Komisi Hak Asasi Manusia Ethiopia, mereka telah menerima ratusan laporan terkait penangkapan orang Tigrayan di ibu kota Addis Ababa.
Polisi membantah melakukan penangkapan bermotif etnis. Polisi mengaku hanya menargetkan pendukung pemberontak pasukan Tigrayan yang melawan pemerintah pusat. Sebelumnya pada Selasa (9/11), setidaknya 16 staf PBB telah ditahan di ibu kota Ethiopia, Addis Ababa.
"Kami tentu saja, secara aktif bekerja dengan pemerintah Ethiopia untuk mengamankan pembebasan mereka segera," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric kepada wartawan di New York.
Dujarric menolak menjawab pertanyaan tentang etnis mereka yang ditahan. "Ini adalah anggota staf PBB, mereka orang Ethiopia, dan kami ingin mereka dibebaskan, terlepas dari etnis apa pun yang tercantum di kartu identitas mereka," ujarnya.
Kepala Komisi Hak Asasi Manusia, Daniel Bekele, mengatakan, mereka sedang memantau penangkapan ratusan orang Tigrayan di Addis Ababa. Namun menurut Juru bicara Kepolisian Addis Ababa, Fasika Fanta dan juru bicara pemerintah Ethiopia, Legesse Tulu, mereka tidak memiliki informasi tentang penangkapan staf PBB.
“Mereka yang ditahan adalah warga Ethiopia yang melanggar hukum,” kata Legesse.
Tak dibenarkan
Departemen Luar Negeri AS mengatakan, Washington telah menerima laporan penangkapan anggota staf PBB. Juru bicara Departemen Luar Negeri Ned Price mengatakan, penangkapan atas dasar etnis sama sekali tidak dapat dibenarkan.
"Kami menerima laporan penangkapan berdasarkan etnis dan kami mengutuk keras penangkapan itu. Jadi apa pun yang bisa kami lakukan untuk mengamankan pembebasan orang-orang ini, kami siap melakukannya," kata Price.
Konflik di Ethiopia utara antara pemerintah dan pasukan Tigrayan yang setia kepada Front Pembebasan Rakyat Tigray (TPLF) telah meningkat dalam beberapa pekan terakhir. Pasukan Tigrayan dan sekutu mereka mengancam akan menduduki di ibu kota.
Ethiopia mendeklarasikan keadaan darurat pada 2 November. Hal itu memungkinkan pemerintah untuk secara sewenang-wenang menangkap siapa pun yang dicurigai bekerja sama dengan kelompok teroris. Penangkapan dilakukan tanpa perintah pengadilan. Awal tahun ini, parlemen Ethiopia menetapkan TPLF sebagai kelompok teroris.