Rabu 10 Nov 2021 21:26 WIB

Aksi Selamatkan Kawasan Jabodetabek-Punjur, Begini Caranya

Sebagai KSN, kawasan puncak berfungsi sebagai kawasan resapan air hujan yang tinggi

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Pemanfaataan Tata Ruang menginisiasi pertemuan penanaman pohon dan pembangunan sumur resapan di Kawasan Puncak demi meminimalisir dampak banjir di kawasan hilir. Tampak Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR), Dr. Ir. Budi Situmorang,(kaos abu abu) sedang melakukan penanaman pohon   di kawasan Puncak, Bogor
Foto: istimewa
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Pemanfaataan Tata Ruang menginisiasi pertemuan penanaman pohon dan pembangunan sumur resapan di Kawasan Puncak demi meminimalisir dampak banjir di kawasan hilir. Tampak Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR), Dr. Ir. Budi Situmorang,(kaos abu abu) sedang melakukan penanaman pohon di kawasan Puncak, Bogor

REPUBLIKA.CO.ID,  BOGOR--Perlu komitmen bersama yang kuat antara Pemerintah Pusat dan Daerah diperlukan dalam menyelamatkan kawasan Puncak Bogor. Hal ini mengacu pada implementasi Peraturan Presiden Nomor 60 Tahun 2020 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Puncak, dan Cianjur (Jabodetabek -Punjur).

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) melalui Direktorat Jenderal Pengendalian dan Penertiban Pemanfaataan Tata Ruang menginisiasi pertemuan penanaman pohon dan pembangunan sumur resapan di Kawasan Puncak demi meminimalisir dampak banjir di kawasan hilir. 

Direktur Jenderal Pengendalian dan Penertiban Tanah dan Ruang (Dirjen PPTR), Dr. Ir. Budi Situmorang, MURP menjelaskan  kawasan Puncak sebagai hulu Kawasan Strategis Nasional (KSN) Jabodetabekpunjur yang berfungsi sebagai kawasan resapan air dengan kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan. Oleh karena itu, sangat penting untuk menjaga tutupan vegetasi di kawasan Puncak agar fungsinya sebagai kawasan resapan air tetap terjaga. 

Kenyataanya, fungsi resapan air di kawasan puncak mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Berdasarkan hasil analisis tutupan lima tahun terakhir dengan menggunakan peta citra tahun 2016 dan tahun 2021, ditemukan perubahan tutupan vegetasi lahan, antara lain luas hutan berkurang sekitar 3.876 Hektar. "Perubahan hutan tercatat menjadi pertanian sekitar 2.373 Hektar, menjadi semak belukar sekitar 1.221 hektar, dan menjadi pemukiman sekitar 282 Hektar," katanya dalam keterangan tertulisnya di sela acara diskusi Pesan Puncak untuk Penyelamatan Kawasan Puncak dalam rangkaian peringatan HANTARU 2021 di Puncak, Bogor, Jawa Barat, Senin (8/11).

Dengan tren perubahan tersebut, maka limpasan air hujan yang mengalir di permukaan tanah menjadi tinggi. Sehingga, tidak mengherankan apabila kawasan Puncak disebut sebagai salah satu pengirim banjir ke hilir kawasan Jabodetabekpunjur.  Untuk itu diperlukan aksi nyata penyelamatan kawasan Puncak dengan kolaborasi antar pihak untuk menghasilkan penanganan yang tepat.

Adapun upaya pemulihan kawasan Puncak dilakukan melalui beberapa tahapan program, yakni penanaman pohon, pembuatan sumur resapan untuk mengurangi limpasan air hujan yang mengalir di permukaan tanah, pembangunan bendungan kering untuk mengendalikan banjir, penertiban pelanggaran pemanfaatan ruang untuk memberikan efek jera terhadap pelaku pelanggaran pemanfaatan ruang; dan pengendalian hak atas tanah. 

Budi memaparkan di Desa Tugu Utara dan Kecamatan Cisarua dipilih menjadi percontohan pertama dalam program penanaman pohon. Sebab, kecamatan Cisarua merupakan kecamatan terbesar di kawasan hulu DAS Ciliwung. Pada tahun 2003-2014 terjadi perubahan lahan hutan menjadi kebun. Terdapat villa yang letaknya di kawasan HGU atau eks HGU. Banyak villa yang berkembang pesat, namun terdapat lahan kosong/minim tegakan, serta umumnya tidak dimiliki oleh masyarakat asli. Lebih dari 60 persen dari total luas desa belum memiliki HAT. Selain itu, pembangunan sumur resepan yang melibatkan komunitas masyarakat setempat juga diperlukan. 

Perwakilan dari Kelompok Tani Hutan (KTH) Cibulao Jumpono menyebutkan bahwa pihaknya melakukan pengawasan produk dalam budidaya kopi yang ditanam oleh Kementerian ATR/BPN. Sebab, pihaknya telah lama berkecimpung dalam budidaya kopi bahkan meraih juara 1 nasional mewakili Jawa Barat pada tahun 2016. 

Perwakilan dari Komunitas Puncak Hijau Royo-royo (HIRO) Esti Rahayu Sagita menyebutkan menjadi partner Kementerian ATR/BPN untuk tidak sekadar menanam seremonial saja, tapi menanam berkelanjutan. Oleh karena itu, pihaknya juga bekerja sama dengan KTH dengan menanam beberapa ribu kopi, pohon endemik, dan pohon buah-buahan. 

 

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement