REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA -- Kepala Dewan Hak Asasi Manusia (HAM) PBB Michelle Bachelet mendesak negara-negara yang terlibat mengatasi krisis imigran 'yang tak dapat ditoleransi' di perbatasan Polandia-Belarusia. Ia mengatakan berdasarkan hukum internasional negara tidak boleh melarang orang meminta suaka.
Imigran yang terjebak di Belarusia beberapa kali mencoba masuk ke Polandia. Warsawa mengumumkan memperketat perbatasan saat Uni Eropa bersiap memberlakukan sanksi pada Belarusia atas krisis imigran yang sedang terjadi.
Moskow memberi sinyal melanjutkan dukungannya pada Belarusia. Rusia mengirimkan dua pesawat bomber strategis untuk berpatroli di ruang udara sekutu lamanya itu.
"Saya mendesak negara-negara yang terlibat untuk segera mengambil langkah untuk menurunkan ketegangan dan menyelesaikan situasi yang tak dapat ditoleransi ini sesuai dengan kewajiban mereka berdasarkan hukum hak asasi manusian internasional dan undang-undang pengungsi," kata Bachelet dalam pernyataannya, Rabu (10/11).
Ia menambahkan tindakan kedua belah pihak 'termasuk melalui peningkatkan pengerahan pasukan dan retorika yang menghasut' memperburuk risiko dan kerentanan yang dihadapi pengungsi dan imigran. Bachelet mendesak adanya akses untuk pekerja kemanusiaan, pengacara, dan jurnalis ke orang-orang yang terjebak itu.
"Ratusan pria, wanita, dan anak-anak tidak boleh dibiarkan menghabiskan satu malam lagi di cuaca yang membekukan tanpa penampungan yang memadai, makanan, air, dan perawatan medis," kata Bachelet.
"Berdasarkan hukum internasional, tidak boleh ada yang dicegah untuk mencari perlindungan dan pertimbangan individu harus diberikan untuk melindungi mereka," tambahnya.
Badan Pengungsi PBB (UNHCR) juga mengungkapkan keprihatinan mengenai ratusan imigran yang berkemah dekat perbatasan Belarusia dengan Polandia. UNHCR mendesak agar orang-orang yang rentan tidak digunakan sebagai pion politik.
Uni Eropa menuduh Belarusia mendorong imigran dari Timur Tengah, Afghanistan, dan Afrika masuk dengan ilegal ke Eropa. Tindakan itu diduga dilakukan sebagai bentuk balasan dendam pada blok itu yang telah memberikan sanksi pada Minsk atas pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan pemerintahan Alexander Lukashenko.