REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Retno Wuladhari
Pasar modal syariah Indonesia mengalami pertumbuhan yang pesat dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan di tengah pandemi yang belum berakhir serta sejumlah faktor yang mempengaruhi kondisi pasar modal global, pasar modal syariah Indonesia dinilai mampu bertahan dan menunjukkan kriteria yang terus membaik.
Kondisi tersebut tercermin dari sejumlah indikator. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), per 30 September 2021 jumlah kepemilikan efek saham syariah tumbuh 45,95 persen year-to-date (ytd) sehingga jumlahnya menjadi 1.060.704 investor. Sementara itu, kepemilikan reksa dana syariah tumbuh 66,69 persen ytd menjadi 805.867 investor. Sedangkan jumlah kepemilikan sukuk korporasi tumbuh 26,68 persen menjadi 945 investor.
Adapun data statistik produk per 29 Oktober 2021 menunjukkan nilai kapitalisasi saham syariah mencapai Rp3.683 triliun. Nilai sukuk korporasi outstanding tercatat sebesar Rp34,98 triliun dan nilai sukuk negara outstanding mencapai Rp1.152 triliun. Sementara Nilai Aktiva Bersih (NAB) reksa dana syariah tercatat mencapai Rp40,95 triliun.
Sedangkan dari 40 emiten baru yang melakukan penawaran umum perdana atau initial public offering (IPO) saham maupun Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) sepanjang tahun ini sampai 6 November 2021, terdapat 30 emiten yang sahamnya memenuhi kriteria Daftar Efek Syariah (DES). Selain itu terdapat satu emiten yang melakukan penawaran umum sukuk.
Wakil Ketua Dewan Komisioner OJK Nurhaida mengatakan pertumbuhan dan pencapaian pasar modal syariah ini berkat dukungan ekosistem syariah yang terus berkembang. "Optimisme yang tinggi atas perkembangan pasar modal syariah Indonesia tidak terlepas dari perkembangan ekosistem syariah," kata Nurhaida dalam acara Sharia Investment Week 2021, Kamis (11/11).
Ekosistem pendukung tersebut antara lain dengan hadirnya Komite Nasional Ekonomi dan Keuangam Syariah (KNEKS) yang dipimpin langsung oleh presiden. Komite ini bertugas mempercepat, memperluas dan memajukan perkembangan ekonomi dan keuangan syariah dalam rangka mendukung ketahanan ekonomi nasional.
Selanjutnya, kehadiran PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BSI) yang merupakan hasil gabungan tiga bank syariah sebagai salah satu bank terbesar di Indonesia turut menjadi katalisator peningkatan kegiatan layanan pendukung pasar modal seperti bank kustodian syariah, bank administrator rekening dana nasabah, serta wali amanat syariah. BSI juga berperan sebagai issuer dan investor.
Selain itu, perkembangan pasar modal syariah juga didukung dengan adanya platform layanan urun dana atau securities crowdfunding (SCF) yang full pledge syariah serta memiliki platform yang memiliki unit layanan urun dana syariah. Platform ini akan menjadi sarana bagi UKM yang akan menerbitkan efek syariah melalui layanan urun dana dan menjadi salah satu sarana investasi bagi investor yang memiliki preferensi syariah.
"Keberadaan SCF syariah diharapkan dapat mendorong pertumbuhan sektor riil yang berkontribusi terhadap industri halal di Indonesia," kata Nurhaida.
Ekosistem lainnya yang tidak kalah penting yaitu perusahaan sekuritas dan manajer investasi yang telah bekerja sama dengan lembaga amil zakat dan lembaga pengelola wakaf atau nazir. Kerja sama ini diharapkan dapat menjadi katalisator pengambangan filantropi Islam di pasar modal syariah seperti wakaf saham, sukuk linked wakaf dan reksa dana wakaf.