REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA - Para pakar hak asasi manusia (HAM) PBB pada Rabu mengungkapkan kekhawatirannya atas peningkatan tingkat kekerasan terhadap warga Palestina di wilayah Palestina yang diduduki oleh pemukim Israel.
"Kekerasan dari para pemukim selalu menjadi tindakan yang sangat mengganggu pendudukan Israel," kata para pakar dalam sebuah pernyataan. Tetapi pada 2021, warga Palestina menyaksikan tingkat kekerasan tertinggi yang tercatat dalam beberapa tahun terakhir dan insiden yang lebih parah.
"Pemerintah Israel dan militernya hanya berbuat terlalu sedikit untuk mengekang kekerasan ini dan melindungi orang-orang Palestina yang dikepung," kata mereka.
Michael Lynk, Pelapor Khusus untuk hak asasi manusia di Wilayah Palestina yang telah diduduki sejak 1967, Jelena Aparac, Pelapor untuk Kelompok Kerja tentang penggunaan tentara bayaran, dan pakar lainnya mengatakan bahwa dalam beberapa kasus, pasukan keamanan Israel dan perusahaan keamanan swasta yang bertugas siap siaga namun malah tidak mengambil tindakan untuk mencegah kekerasan.
“Sebaliknya, mereka menanggapi kekerasan terkait pemukim dengan memerintahkan warga Palestina untuk meninggalkan daerah itu, termasuk tanah milik Palestina, atau bahkan secara aktif mendukung para pemukim Yahudi,” kata para ahli.
Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) mengatakan dalam 10 bulan pertama tahun 2021, telah terjadi 410 serangan oleh pemukim terhadap warga Palestina -- 302 terhadap properti dan 108 terhadap individu. Empat warga Palestina dibunuh oleh pemukim pada 2021.
Mereka mencatat bahwa kekerasan pemukim Yahudi telah meningkat, termasuk kekerasan fisik, penembakan dengan peluru tajam, membakar ladang dan ternak, pencurian dan perusakan properti, pohon dan tanaman, pelemparan batu dan intimidasi terhadap penggembala dan keluarga mereka.
Pada musim gugur, para pakar mengatakan kekerasan sering diarahkan pada warga Palestina yang melakukan panen zaitun. "Zaitun yang dipanen dicuri atau dirusak. Pohon zaitun dimusnahkan. Pemanen diserang dengan batu dan pipa atau diancam dengan senjata," kata mereka.
Para ahli mengutip Yesh Din, sebuah organisasi hak asasi manusia Israel, yang menemukan 91 persen investigasi terhadap serangan pemukim terhadap warga Palestina antara 2005 dan 2019 ditutup oleh otoritas Israel tanpa ada tuntutan yang diajukan.