Kamis 11 Nov 2021 15:26 WIB

Atalia Praratya: Patahkan Stigma Disabilitas Sebagai Aib

Banyak contoh anak berkebutuhan khusus memiliki prestasi yang luar biasa. 

Rep: Arie Lukihardianti/ Red: Agus Yulianto
 Atalia Praratya S.Ip M.I.Kom
Foto: Istimewa
Atalia Praratya S.Ip M.I.Kom

REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG -- Bunda PAUD Jabar Atalia Praratya Ridwan Kamil mengatakan, stigma bagi anak dengan kebutuhan khusus atau disabilitasi, masih terjadi di masyarakat. Atalia pun mengajak kepada seluruh lapisan masyarakat untuk mematahkan stigma bahwa anak disbilitas adalah aib. Karena, penyandang disibilitas juga sama dengan anak pada umumnya.

"Bagi sebagian orang, memiliki anak berkebutuhan khusus adalah aib. Stigma ini masih ada di masyarakat," ujar Atalia dalan webinar dengan tema "Pejuang Anak Istimewa" yang digelar Pokja Bunda PAUD Jawa Barat, Selasa (9/11).

Stigma itu tidak hanya datang dari masyarakat bahkan dari pihak keluarga terdekat. Ada orangtua yang tidak menyekolahkan anak disabilitas. Padahal, saat ini, semua sekolah sudah inklusif. Artinya, anak disabilitas boleh sekolah di sekolah umum.

Menurut Atalia, di Indonesia berdasarkan data BPS, ada sekitar 27 ribu lebih anak disabilitas. Di Jabar untuk anak disbilitas tuan rungu saja ada sekitar 538 anak. Atalia yakin, itu bukan angka riil. Karena, di lapangan masih ada data yang tersembunyi.

Salah satunya, masih ada orangtua yang tidak ingin diketahui bahwa dia memiliki anak berkebutuhan khusus. Padahal, hal tersebut tidak boleh terjadi, karena semua anak memiliki keunikan masing-masing.

Menurutnya, banyak contoh anak berkebutuhan khusus juga memiliki prestasi yang luar biasa. "Di Jabar ada Hary Susanto yang berhasil memberikan medali emas untuk Indonesia pada cabang olahraga (cabor) badminton di Paralimpiade Tokyo 2020 dan banyak lagi yang lainnya," kata Atalia.

Selain itu, banyak juga tokoh dunia dari berbagai bidang yang mengharumkan nama negaranya. Padahal, mereka seorang diasbilitas.

Salah satu upaya untuk mematahkan stigma tersebut, kata dia, adalah dengan memberi edukasi kepada masyarakat. Bahwa anak berkebutuhan khusus pun harus diperlakukan yang sama. Baik oleh keluarga maupun masyakat.

"Kemudian harus ada deteksi dini, sehingga bisa diantisipasi segera. Lalu, hubungan sosial pun harus terus dijaga, karena semua anak memiliki potensi masing-masing. Jangan pernah membeda-bedakan," katanya.

Dalam narasumber webinar tersebut menghadirkan Djulaiha Sukmana (Pembina Yayasan Biruku Indonesia) dengan materi "Perduli terhadap Anak Berkebutuhan Khusus" dan Dr. Rudy Sutadi, SpA, MARS, SPdI (Spesialis Therapy Autis) dengan materi "Deteksi Dini Anak Autis". 

 

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement