REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan, posisi Indonesia saat ini semakin dihargai, dihormati, dan dipandang oleh negara lain dalam kancah internasional. Hal tersebut dirasakan langsung Jokowi saat melakukan perjalanan luar negeri ke tiga negara pada akhir Oktober hingga awal November lalu.
Jokowi menceritakan, saat di Roma, Italia, ia menghadiri Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 dan menerima tongkat estafet presidensi G20 dari Perdana Menteri Italia. Setelahnya, Presiden Jokowi menghadiri KTT Perubahan Iklim COP26 di Glasgow, Skotlandia dan terakhir, Presiden mengunjungi Uni Emirat Arab untuk memperkuat hubungan Indonesia dengan negara sahabat tersebut.
"Ada yang saya rasakan berbeda kalau dibandingkan summit, dengan KTT-KTT sebelumnya, di pertemuan itu. Banyak sekali permintaan bilateral, banyak sekali permintaan pertemuan bilateral dari negara-negara lain yang hadir saat itu. Kemudian yang kedua, banyak sekali yang secara mendadak, baik waktu saya berdiri maupun saya duduk datang kepada saya dan itu negara-negara besar. Kepala negara yang datang. Ini ada apa? Perbedaan itu yang saya rasakan," ujar Jokowi saat menghadiri HUT Partai Nasdem di Kampus Akademi Bela Negara, Jakarta Selatan, Kamis (11/11).
Dari lawatan luar negeri tersebut, Jokowi menyebut, yang lebih penting adalah Indonesia mendapatkan kehormatan dan kepercayaan memegang keketuaan atau presidensi G20, mulai 1 Desember 2021 hingga awal November 2022. Indonesia pun juga akan menyelenggarakan KTT G20 dan sejumlah pertemuan internasional terkait lainnya.
"Selama satu tahun sejak 1 Desember nanti sampai pada awal November 2022 kita akan menyelenggarakan kurang lebih 150-an pertemuan baik urusan keuangan, urusan iklim, urusan digital ekonomi, yang semuanya diselenggarakan di Indonesia. Juga perlu saya sampaikan, Indonesia adalah negara berkembang pertama yang menjadi presidensi G20," jelasnya.
Karena itu, ia menegaskan posisi strategis Indonesia ini harus bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan nasional. Apalagi, di tahun berikutnya Indonesia juga akan menerima tongkat estafet keketuaan ASEAN yang penyerahannya kemungkinan dilakukan di sekitar Oktober-November 2022. "Indonesia adalah negara besar dengan sejarah besarnya dan kita ingin betul-betul sekali lagi kita manfaatkan ini untuk mempengaruhi kebijakan-kebijakan dunia dalam rangka apapun," tambahnya.
Namun, Jokowi merasa sedih karena posisi Indonesia yang makin dihargai, dihormati, dan dipandang oleh negara lain tersebut kadang justru dikerdilkan di negara sendiri. Padahal, sebagai negara yang memegang keketuaan G20 dan ASEAN, mestinya warga negara Indonesia juga turut merasakan kehormatan itu.
"Saya juga ingin, kita semuanya juga ingin, warga negara kita ini juga dihormati, dihargai oleh warga negara lain di manapun WNI kita berada," lanjutnya.
Presiden menegaskan, mental inferior, mental inlander, dan mental terjajah harus dihilangkan dan tidak boleh dipelihara. Sebagai sebuah bangsa besar, kata dia, Indonesia memiliki banyak penggalan sejarah kejayaan dari para pendahulu bangsa dan kemerdekaan Indonesia bukan merupakan hadiah, melainkan hasil dari sebuah perjuangan panjang.
"Kita harus mulai membangun rasa percaya diri, rasa optimisme sebagai bangsa pemimpin. Jangan sampai kita kehilangan orientasi itu dan itulah yang dinamakan gerakan perubahan, gerakan restorasi, ya di situ. Mental inlander, mental terjajah, mental inferior itu jangan sampai enggak hilang-hilang sampai sekarang, jangan juga ada yang memelihara" tegasnya.