REPUBLIKA.CO.ID, NANDIBO -- Pertani di Pantai Gading memiliki cara sendiri untuk mengolah limbah. Kotak hijau kecil bernama "KubeKo" membantu para petani di Pantai Gading mengubah sampah pertanian menjadi kompos. Kompos bisa digunakan untuk menyuburkan ladang atau gas untuk memasak.
Alat pengolah sampah yang memenangi penghargaan itu dirancang oleh insinyur kimia Noel N'guessan. Alat ini dugunakan mengubah 30 ton sampah pertanian setiap tahun di negara Afrika Barat itu dan limbah organik lain seperti kotoran hewan.
Satu KubeKo bisa menghasilkan 150 kg kompos per bulan."Ini alami, ini organik, cocok untuk tanah kami, untuk kebun kami. Kami akan menambah produksi hingga tiga kali lipat," kata Ahouri usai menebarkan kompos ke akar pohon sawitnya.
Pada Juli, penemuan itu membuat N'guessan meraih sebuah penghargaan inovasi senilai lebih dari 33.700 dolar AS (Rp 481 juta) dari Royal Academy of Engineering Inggris. Saat itu, dia dan timnya telah menjual 50 unit KubeKo ke perkebunan cokelat, kelapa sawit, dan mangga. Kotak-kotak itu dibuat dengan biaya 700 dolar, kata akademi tersebut.
Mereka juga memproduksi biodigester, alat berbentuk kotak metal serupa KubeKo yang menghasilkan gas dari 5 kg limbah untuk memasak selama dua jam per hari dengan produk sampingan berupa kompos cair. Produksi gas semacam ini bisa menjadi sumber alternatif energi bersih di perdesaan Afrika Barat, menurut laporan Komisi Eropa pada 2018.
Setiap meter kubik biogas, campuran gas, terutama metana dan karbondioksida-- diperkirakan bisa menggantikan 5 kg kayu atau 3 kg batu bara. "Daripada membuang limbah kami ke jalan, kami kumpulkan," kata Michael Ahouri, yang membuat minyak sawit.