Jumat 12 Nov 2021 00:02 WIB

Kemenag: Ada Mispersepsi Frasa "Tanpa Persetujuan Korban"

Kemenag menegaskan ada kesalahan persepsi pada Permendikbud PPKS.

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag Nizar Ali
Foto: dok. Istimewa
Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh Kemenag Nizar Ali

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Jenderal Kementerian Agama (Kemenag) Nizar Ali menegaskan, tak ada alasan lembaganya untuk tak mendukung Permendikbud 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) yang telah diteken Menteri Nadim Makarim. Kemenag menilai, Permendikbud PPKS tidak melegalkan zina di lingkungan kampus.

"Karena itu, aturan ini sangat bagus. Memberikan perlindungan pada kaum perempuan dari tindakan-tindakan kekerasan seksual. Maka, Kementerian Agama tidak ada alasan untuk tidak mendukung," ujar Nizar Ali di Palembang, Kamis (11/11).

Baca Juga

Nizar menjelaskan, permendikbud itu harus dipahami secara utuh tanpa dilepaskan dari konteks. Permendikbud memberi ruang dan payung bagi para korban kekerasan seksual agar berani berbicara serta dapat mengakomodir hak-hak korban.

Di satu sisi, permendikbud ini juga menjadi semacam benteng yang akan menutup ruang gerak para pelaku kekerasan seksual di lingkungan pendidikan. Sementara terkait frasa yang diperdebatkan sejumlah pihak, utamanya Pasal 5 ayat (2), yakni "tanpa persetujuan korban", merupakan kesalahan persepsi.

Menurut Nizar, pasal tersebut tidak berarti "melegalkan zina di lingkungan kampus", tetapi justru melindungi perempuan dari segala macam bentuk kekerasan seksual yang dialaminya. Sebab, kekerasan seksual tidak hanya fisik, tetapi nonfisik (verbal), seperti gurauan atau panggilan yang merendahkan perempuan.

"Nah konteks ini, di permendikbud ini adalah konteks untuk pencegahan dan penindakan terhadap pelecehan seksual. Jadi tidak ada di situ kata-kata yang melegalkan zina. Tidak ada sama sekali yang mengatakan melegalkan zina. Itu salah besar," kata dia.

Menurut dia, pihaknya sudah menyampaikan ke seluruh perguruan tinggi keagamaan yang berada di bawah kewenangan Kemenag agar mendukung Permendikbud PPKS tersebut. Para rektor didorong untuk membuat satuan kerja (satker) masing-masing sebagai langkah dalam mewujudkan lingkungan pendidikan yang bersih dari kekerasan seksual dan melindungi hak-hak perempuan.

"Karena ini di level perguruan tinggi, ada satker masing-masing. Rektor nanti sebagai penanggung jawab di situ. Jadi nanti kalau ada civitas akademika yang dilecehkan, rektor akan bergerak," kata dia.

Sebelumnya, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan pihaknya akan segera menerbitkan surat edaran untuk mendukung kebijakan Permendikbud 30/2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual di lingkungan perguruan tinggi. Menag sepakat dengan Nadiem yang menyatakan bahwa kekerasan seksual menjadi salah satu penghalang tercapainya tujuan pendidikan nasional.

"Kita tidak boleh menutup mata, bahwa kekerasan seksual banyak terjadi di lingkungan pendidikan. Dan kami tidak ingin ini berlangsung terus menerus," kata Menag.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement