REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umroh (Dirjen PHU) Hilman Latief mengatakan panjangnya antrean naik haji merupakan tantangan yang harus bisa diatasi. Untuk itu mulai sekarang harus ada kawiyan secara intensif untuk mengatasi soal tersebut.
"Panjang antrean pergi haji di banyak daerah sudah lebih dari 30 tahun, bahkan ada lebih lama lagi. Ini jelas masalah serius, sebab jangan sampai naik haji sudah menjadi hal yang semakin musykil dilakukan. Bayangkan saja kalau orang baru punya uang pada usia 50 tahun, pada umur berapa dia baru akan bisa berangkat ke tanah suci. Faktanya bahkan banyak calon jamaah haji yan baru mendaftar pada usia 60 tahun. Jadi apa dalam usia 100 tahun mereka baru bisa berhaji?,'' kata Hilman dalam perbincangan di Jakarta, Rabu malam (10/11).
Menurut Hilman saat ini antrean orang yang sudah mendaftar untuk berhaji mencapai 5,1 juta orang. Di antara orang itu banyak sekali yang sudah berusia sangat lanjut, misalnya ada ratusan calon jemaah yang sudah berumur 90 tahun ke atas. Bahkan, kalau mau dihitung lebih serius, calon jamaah yang berumur 60 tahún ke atas jumlahnya mencapai ribuan orang.
''Sekali lagi ini patut direnungkan secara mendalam. Apakah kita mau mencontoh Malaysia yang antreannya hajinya sudah mencapai 100 tahun. Apakah ini masuk akal? Apakah ini karena ada soal dalam penentuan makna istita'ah atau mampu mendaftar haji dengan hanya memakai setoran awal Rp 25 juta? Pendek kata banyak sekali masalah dalam pengeloaan penyelenggaraan ibadah haji yang harus di atasi,'' tegasnya.
Baca juga : Posisi Tangan Saat Sholat, di Dada Atau di Pusar?
Persoalan panjangnya antrean pergi haji tersebut, lanjutnya, semakin harus dicari solusinya karena tak lama lagi terindikasi pemerintah Arab Saudi akan menerima seberapapun banyak orang berhaji. Hal ini terkait dengan usainya perluasan Masjidil Haram dan berbagai fasilitas lain yang terkait dengan pelaksanakan ibadah rukun Islam kelima ini. Dan, di sisi lain tampak pula adanya kebijakan dari Arab Saudi bahwa penyelenggaraan haji diberlakukan layaknya aturan seperti sebuah wisata biasa.
''Jadi tak lama lagi, bahkan kini sudan terjadi, asalkan bisa bayar akomodasi untuk berhaji, misalnya biaya penerbangan, hotel, makan-minum, dan berbagai kebutuhan saat berhaji, maka siapapun itu akan bisa datang berhaji ke Makkah pada tahu itu juga. Kebijakan ini terkait dengan Visi Arab Saudi 2030,'' kata Hilman.
Menyadari hal itu, ungkapnya, berbagai kalangan yang terkait dengan penyelenggaran ibadah haji harus segera mencari solusinya.
''Bagaimana soal pembiayaan haji misalnya. Apakah hanya sebesar sekarang atau harus berkurang, atau harus harganya malah harus bertambah sebab sesungguhnya biaya riil untuk pergi haji selama ini dua kali lipat dari biaya yang kini ditentukan? Soal inilah yang harus kita jawab dengan tujuan menata penyelenggaraan ibadah haji agar generasi mendatang masih bisa menikmati atau menjangkaunya dengan aman dan nyaman,'' kata Hilman Latief menandaskan.