REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Ijtima Ulama Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan pinjaman online haram hukumnya. Untuk itu umat Islam dilarang mengajukan pinjaman online.
Wakil Ketua MUI Asrorun Niam Saleh mengatakan, pada dasarnya perbuatan pinjam meminjam atau hutang piutang merupakan bentuk akad tabarru’ (kebajikan) atas dasar saling tolong menolong yang dianjurkan sejauh tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip Syariah.
"Sengaja menunda pembayaran hutang bagi yang mampu hukumnya haram," kata Asrorun Niam kepada Republika, Jumat (12/11).
Niam mengatakan, memberikan ancaman fisik atau membuka rahasia (aib) seseorang yang tidak mampu membayar hutang adalah haram. Adapun memberikan penundaan atau keringanan dalam pembayaran hutang bagi yang mengalami kesulitan, merupakan perbuatan yang dianjurkan (mustahab).
"Layanan pinjaman baik offline maupun online yang mengandung riba hukumya haram, meskipun dilakukan atas dasar kerelaan," katanya.
Untuk itu dia merekomendasikan, pemerintah dalam hal ini Kominfo, Polri dan OJK, hendaknya terus meningkatkan perlindungan kepada masyarakat dan melakukan pengawasan serta menindak tegas penyalahgunaan pinjaman online atau finansial technologi peer to peer lending (Fintech Lending). Karena hal itu jelas usaha yang telah meresahkan masyarakat.
"Pihak penyelenggara pinjaman online hendaknya menjadikan fatwa MUI sebagai pedoman dalam semua transaksi yang dilakukan," katanya.
Niam menyarankan, jika terpaksa karena kebutuhan mendesak, umat Islam hendaknya memilih jasa layanan keuangan yang sesuai dengan prinsip Syariah. Hal tersebut lebih dapat diterima jika akadnya sesuai dengan prinsip syariah.
"Salah satunya dengan mengoptimalkan instrumen keuangan sosial Islam dan filantropi seperti zakat, wakaf. Ijtima Ulama jg menetapkan fatwa tentang bolehnya pendayagunaan zakat untuk al-qardh al-hasan," katanya.
Baca juga : MUI Haramkan Uang Kripto