REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Papan penanda bioskop yang bersinar terang atau marquee bergaya 1960-an di Bioskop Ariana, masih kokoh berdiri di pusat kota Kabul. Selama beberapa dekade, bioskop bersejarah tersebut telah menghibur warga Afghanistan sekaligus menjadi saksi perang, harapan, dan perubahan budaya.
Sekarang poster-poster film Bollywood dan film aksi Amerika yang dahulu menghiasi papan penanda tersebut telah dicopot. Selain itu, gerbang bioskop ditutup dan Ariana berhenti beroperasi sejak Taliban kembali menguasai Afghanistan.
Bioskop Ariana kini masih menunggu nasib. Kepemimpinan Taliban belum memutuskan apakah mereka akan mengizinkan pemutaran film di bioskop Afghanistan.
Hampir 20 karyawan bioskop, yang semuanya berjenis kelamin laki-laki, masih muncul di tempat kerja. Mereka tetap mengisi daftar hadir dengan harapan dapat menerima gaji. Bioskop Ariana merupakan salah satu dari empat bioskop di ibu kota yang dimiliki oleh pemerintah kota Kabul. Dengan demikian pegawai Bioskop Ariana merupakan pegawai pemerintah dan digaji oleh negara.
Para karyawan Bioskop Ariana menghabiskan waktu selama berjam-jam untuk nongkrong di loket tiket yang telah ditinggalkan. Mereka juga tampak berjalan-jalan di koridor bioskop. Deretan kursi merah yang biasanya ramai dengan penonton kini berada dalam kegelapan yang sunyi.
Direktur bioskop Ariana, Asita Ferdous, tidak diizinkan masuk bioskop. Taliban memerintahkan pegawai pemerintah perempuan untuk tidak kembali ke tempat kerja sehingga mereka tidak bergaul dengan laki-laki. Taliban memerintahkan karyawan perempuan untuk tinggal di rumah sampai batas waktu yang ditentukan.
Ferdous yang berusia 26 tahun adalah bagian dari generasi muda Afghanistan pasca-2001 yang bertekad untuk mengukir ruang lebih besar bagi hak-hak perempuan. Kembalinya Taliban telah menghancurkan harapan kaum perempuan Afghanistan.
Selama tinggal di rumah, Ferdous lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menggambar dan membuat sketsa. Selain direktur bioskop, dia juga seorang pelukis dan pematung. “Saya menghabiskan waktu untuk membuat sketsa dan menggambar. Saya tidak bisa melakukan pameran lagi," ujar Ferdous.
Ketika menguasai Afghanistan pada periode 1996-2001, Taliban memberlakukan interpretasi radikal terhadap hukum Islam. Mereka melarang perempuan bekerja atau pergi ke sekolah. Mereka juga memaksa laki-laki untuk menumbuhkan janggut. Pada periode tersebut, Taliban melarang musik dan seni lainnya termasuk film dan bioskop.
Ketika Taliban kembali berkuasa, mereka berkomitmen untuk melakukan perubahan. Namun hingga saat ini perubahan tersebut masih belum nampak. Taliban tidak mengizinkan perempuan untuk bekerja. Selain itu, mereka melarang anak perempuan usia untuk kembali ke sekolah tingkat menengah. Taliban juga memberlakukan pemisahan kelas antara siswa laki-laki dan siswa perempuan di perguruan tinggi.
Bagi Bioskop Ariana, situasi ini adalah babak lain dalam sejarah enam dekade yang penuh gejolak. Ariana dibuka pada 1963. Arsitektur bangunannya yang ramping mencerminkan semangat modernisasi yang dibawa oleh monarki yang berkuasa saat itu ke negara yang sangat tradisional.
Seorang penduduk Kabul, Ziba Niazai, mengingat kembali momen saat dia pergi ke Bioskop Ariana. Niazai mengatakan dia pergi ke Ariana pada akhir 1980-an selama pemerintahan Presiden Najibullah yang didukung Soviet. Ketika itu, ada lebih dari 30 bioskop di seluruh negeri.