Jumat 12 Nov 2021 14:29 WIB

Menunggu Kabar Baik dari Konferensi Iklim PBB

Drat kesepakatan menyerukan lebih banyak pembiayaan melalui hibah, bukan pinjaman.

 Seekor kucing berjalan melewati sebuah rumah kosong yang dikelilingi air akibat naiknya permukaan laut dan penurunan tanah di desa Sidogemah, Jawa Tengah, Senin (8/11/2021). Para pemimpin dunia berkumpul di Skotlandia pada pertemuan puncak iklim PBB, yang dikenal sebagai COP26, untuk mendorong negara-negara meningkatkan upaya mereka untuk mengekang perubahan iklim.
Foto: AP/Dita Alangkara
Seekor kucing berjalan melewati sebuah rumah kosong yang dikelilingi air akibat naiknya permukaan laut dan penurunan tanah di desa Sidogemah, Jawa Tengah, Senin (8/11/2021). Para pemimpin dunia berkumpul di Skotlandia pada pertemuan puncak iklim PBB, yang dikenal sebagai COP26, untuk mendorong negara-negara meningkatkan upaya mereka untuk mengekang perubahan iklim.

REPUBLIKA.CO.ID, GLASGOW -- Jelang penutupan konferensi iklim PBB (COP26) di Glasgow, Skotlandia, delegasi mengintensifkan upaya mencapai kesepakatan untuk mengurangi pemanasan global. Pembicaraan akhir akan fokus pada anggaran untuk membantu negara berkembang mengatasi dampak terburuk perubahan iklim.

Draf pertama kesepakatan COP26 yang dirilis Rabu (10/11) secara implisit mengakui bahwa komitmen yang ada saat ini tidak cukup untuk mencegah bencana iklim. Namun, belakangan muncul kejutan bahwa dua pembuang emisi karbon terbesar di dunia, China dan Amerika Serikat, bersepakat untuk meningkatkan kerja sama mengatasi perubahan iklim.

Baca Juga

Kesepakatan itu mendorong harapan bahwa negara-negara peserta COP26 bisa memperkuat komitmen kolektif mereka pada Jumat (12/11). Draf baru diharapkan muncul beberapa jam ke depan.

"Pembiayaan iklim" atau bantuan bagi negara-negara miskin yang rentan terhadap banjir, kekeringan, dan kenaikan permukaan laut akibat pemanasan global adakan menjadi fokus pembicaraan. Ketua konferensi asal Inggris, Alok Sharma, mengatakan kesimpulan dalam draf terbaru menunjukkan kemajuan "signifikan", tapi "kita belum sampai ke sana".

"Saya ingin menyampaikan pentingnya meningkatkan upaya pada hari ini agar kita mencapai apa yang kita perlukan untuk mewujudkan hasil substanstif tentang pembiayaan," kata dia.

Negara-negara berkembang menginginkan aturan lebih tegas mulai 2025 dan seterusnya. Negara-negara kaya gagal memenuhi janji 12 tahun lalu untuk memberikan 100 miliar dolar AS (Rp 1,4 kuadriliun) per tahun hingga 2020 untuk membantu menekan emisi dan mengatasi dampak kenaikan suhu.

Draf pada Rabu itu hanya "mendesak" negara-negara maju untuk "segera menambah" bantuan bagi negara-negara lebih miskin untuk beradaptasi dengan perubahan iklim. Drat itu juga menyerukan lebih banyak pembiayaan melalui hibah, bukan pinjaman yang menambah beban utang.

Target 100 miliar dolar yang meleset diharapkan tercapai tiga tahun kemudian. Janji dana sebesar itu, yang dianggap banyak pihak masih jauh dari memadai, dibagi menjadi dua bagian, yaitu untuk "mitigasi" dan "adaptasi".

sumber : antara
BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement