REPUBLIKA.CO.ID, SIDOARJO -- Majelis Pengadilan Tipikor Surabaya kembali menggelar sidang lanjutan kasus dugaan suap Bupati nonaktif Nganjuk, Novi Rahman Haidayat dengan agenda pemeriksaan saksi. Salah satu saksi yang dihadirkan adalah Camat Pace, Nganjuk, Dupriyono.
Dalam kesaksiannya, Dupriyono mengaku merasa ditekan penyidik Bareskrim saat memberikan keterangan. Ia mengaku diarahkan penyidik saat diinterogasi dalam kasus suap ini.
Karena itu, Dupriyono membantah beberapa keterangannya dalam berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibacaka jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejari Nganjuk. Dalam kesempatan tersebut, JPU sempat bertanya pada Dupriyono, apakah ia pernah dimintai sejumlah uang dengan dalih untuk tasyakuran. Ia pun membenarkan.
Uang tersebut diberikan untuk kepala desa dan paguyuban. Proses semacam itu dianggapnya lumrah terjadi seperti sebelum-sebelumnya.
Ia mengaku pernah mempertahankan jawaban tersebut di hadapan penyidik Bareskrim Polri. Namun, ia malah dibentak-bentak oleh tiga orang penyidik saat itu. Ia pun pasrah mengikuti keinginan para penyidik itu karena merasa terintimidasi.
"Saya sebenarnya sudah bertahan dengan jawaban itu (uang untuk tasyakuran). Tapi oleh penyidik saya dibentak-bentak. Sehingga saya menyerah, karena diancam kalau tidak ngomong yang mengarahkan ke Pak Bupati, nanti hukuman saya akan diperberat," ujarnya, Jumat (12/11).
Dalam perkara ini, Camat Dupriyono mengaku dimintai uang oleh Sugeng Purnomo, salah seorang kades di wilayahnya. Ia dimintai uang sebesar Rp 50 juta untuk tasyakuran setelah terpilih menjadi camat.
Hal senada disampaikan Camat Berbek, Haryanto yang juga bersaksi di persidangan tersebut. Ia menyebut, pernah ditanya oleh penyidik apakah dirinya pernah memberikan uang pada Bupati Novi? Hal itu dijawabnya tidak pernah. Namun, pernyataan dibolak-balik oleh penyidik, seolah-olah agar jawabannya diarahkan pada menyerahkan uang pada Bupati. Padahal tidak.
"Saya tidak pernah memberikan uang pada pak bupati. Tapi oleh penyidik diolah, seolah-olah agar jawaban saya diarahkan menyerahkan uang," ujarnya.
Ia pun mengaku pernah memprotes isi BAP ke penyidik, namun tak digubris. Dalam perkara ini, Haryanto mengakui menyerahkan uang sebesar Rp 50 juta pada ajudan Bupati M Izza Muhtadin. Artinya, kata dia, dirinya tidak pernah menyerahkan uang kepada Bupati Novi.
Menanggapi kesaksian para camat itu, Bupati Nonaktif Nganjuk Novi Rahman Hidayat kembali menegaskan jika ia memang tak pernah memerintahkan pada para camat untuk memberinya uang. "Saya tidak pernah berkomunikasi maupun memerintahkan atau menerima soal uang itu," kata dia.
Pengacara Novi, Tis'at Afriyandi mengatakan, kesaksian para saksi sekaligus menganulir keterangannya dalam BAP terkait dengan peran Bupati Nganjuk Novi. Sehingga, hal ini kembali menegaskan jika tidak ada uang yang mengalir pada Bupati Novi.