REPUBLIKA.CO.ID, SOLO--Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) tengah mengejar predikat World Class University (WCU) pada 2025 dari yang ditargetkan semula pada 2029. Dari sejumlah indikator yang dipersyaratkan, UMS menilai masih perlu meningkatkan jumlah dosen dan mahasiswa asing.
Rektor UMS, Sofyan Anif, mengatakan, UMS mempunyai rencana pengembangan jangka panjang yang dirinci menjadi rencana strategis (renstra). Dalam renstra itu, para pendahulu sudah menuliskan capaian visi misi 2029 UMS menjadi peguruan tinggi kelas dunia.
"Saya secara khusus punya kebijakan ditarik 2025 ketika jabatan saya berakhir. Mudah-mudahan bisa tercapai. Kalau melihat indikasinya sudah ada tanda-tanda kesana," kata Sofyan Anif kepada wartawan, Kamis (11/11).
Dia menjelaskan, parameter WCU yang sedang disiapkan UMS antara lain pengembangan sumber daya manusia (SDM). Ukuran-ukuran yang harus dipenuhi seperti keberadaan dosen bergelar doktor, guru besar, serta jumlah tulisan yang dipublikasikan jurnal internasional, termasuk kerja sama dengan instansi asing.
"Ini yang kami perlu meningkatkan, belum maksimal ini jumlah mahasiswa asing. Pak Wakil Rektor IV sudah kami pesan tahun-tahun ke depan jumlah mahasiswa asing harus terus meningkat," imbuhnya.
Selanjutnya, parameter yang perlu ditingkatkan terkait jumlah dosen asing. Menurutnya, dosen asing tidak harus dari negara asing. Melainkan diwujudkan program kerja sama visiting profesor.
"Itu sedang kami galakkan. Karena visiting profesor yang hanya beberapa semester bisa diakui sebagai dosen asing. Begitu pula dosen kami bisa diakui dosen asing di universitas luar negeri," jelasnya.
Di samping itu, parameter yang sedang ditingkatkan terkait pendaan riset dari luar. UMS sedang menyusun strategi supaya dana-dana riset dari luar negeri meningkat. Kendalanya, selama masa pandemi urusan dana riset tidak bisa maksimal.
Di sisi lain, UMS sudah menyelenggarakan merdeka belajar sebelum ada kebijakan Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi.
"Sudah ada kebiajkan mahasiswa mengambil kuliah di perguruan tinggi lain, itu sudah kami lakukan jauh sebelum ada kebijakan MBKM. Termausk KKN dalam negeri dan luar negri, itu sudah kami lakukan, meskipun dalam lokal terbatas seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand," katanya.